REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perkoperasian Suroto menyebut Indonesia merupakan negara pemilik badan hukum koperasi terbanyak di dunia atau rata-rata 3 koperasi formal di setiap desa.
"Kita ini menjadi pemilik koperasi berbadan hukum terbanyak di dunia dan setiap desa berarti rata-rata ada 3 koperasi formal," kata Suroto di Jakarta, Senin (20/7).
Menurut Ketua Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) itu, kondisi tersebut jelas tidak sehat karena menunjukkan daya saing koperasi yang lemah baik ditinjau dari skala ekonomi maupun "bargaining" politis.
Ia berpendapat, jika tidak ada jalan keluar bagi persoalan itu salah satunya melalui pembubaran koperasi "papan nama" lalu koperasi yang tersisa dikonsolidasikan maka koperasi Indoneaia akan sulit diharapkan kontribusinya terhadap perekonomian.
"Selama ini koperasi-koperasi papan nama itu hanya dijadikan sebagai alat untuk memutar-mutar dana bantuan sosial dan juga dana-dana karitatif lainya. Ini sudah tidak sehat. Kalau ditertibkan maka idealnya memang satu desa satu," katanya.
Bahkan jika memungkinkan, kata dia, koperasi yang ada perlu dikonsolidasikan lagi agar mereka terus merger dan semakin besar skala usahanya.
"Setelah upaya pembubaran, sebaiknya dilakukan upaya konsolidasi dan termasuk di dalamnya memperbaiki citra koperasi dengan cara menertibkan rentenir yang berbaju koperasi yang selama ini turut merusak citra koperasi," katanya.
Selain itu, ia menyoroti pentingnya fungsi pengawasan terhadap koperasi agar semakin efektif dan untuk langkah awal penertiban dan konsolidasi ini sebaiknya diberikan anggaran yang memadai agar segera dapat diselesaikan.
Ia menegaskan, proses akumulasi puluhan tahun koperasi papan nama ini harus segera diakhiri agar program pemerintah menjadi jelas targetnya.
"Koperasi kita kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya 2 persen. Ini sungguh merupakan tamparan keras karena kita selalu menyebut sistem ekonomi kita adalah sistem demokrasi ekonomi dan sebut koperasi adalah sebagai soko guru dan bangun perusahaan yang paling sesuai dengan demokrasi. Tapi praktik lapangannya ekonomi kita sangat kapitalistik," katanya.
Sebaiknya kata dia, Kementerian Koperasi dan UKM itu juga segera diberikan wewenang lebih untuk mengkonsolidasikan fungsi lintas kementerian strategis terkait agar koperasi dapat segera meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Ia berpendapat, koperasi seharusnya segera diperankan di sektor strategis pangan dan energi dan ini artinya harus bisa segera mengkonsolidasikan kepentingan koperasi lintas kementerian/lembaga yang selama ini sebetulnya berkecenderungan mengabaikan arti penting koperasi ini sebagai kekuatan infrastruktur sosial.
"Sebaiknya ini segera jadi kesadaran masyarakat dan penerintah, bahwa koperasi itu secara sistem memiliki nilai strategis karena melalui koperasi pertumbuhan ekonomi itu dapat didistribusikan sekaligus secara adil dan merata," katanya.
Jadi apa yang menjadi janji Pemerintah, kata Suroto, untuk menurunkan Rasio Gini atau kesenjangan ekonomi hingga 0,30 menurut target Nawacita dan 0,36 menurut target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) tahun 2019 dapat tercapai.
"Sebaiknya koperasi jangan terus diabaikan dan disepelekan arti pentingnya bagi pembangunan karena secara sistem memang lahir untuk mencapai suatu keadilan distributif. Bahkan lebih dari itu berfungsi untuk mempertinggi modal sosial karena fungsinya mempertinggi kerja sama," katanya.