REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik LIPI, Siti Zuhro mengatakan, Pilkada serentak tahun ini berpeluang memunculkan konflik serentak di daerah-daerah. Sebab, sebelum dimulainya Pilkada pun sudah ada berbagai dinamika yang mengarah pada perpecahan di tingkat elite.
Khususnya, lanjut dia, pada partai-partai besar yang mengalami dualisme kepengurusan, semisal Partai Golkar atau PPP. Potensi konflik ini bisa dilihat dari proses rekrutmen kandidat pasangan calon kepala daerah. Siti mengungkapkan, proses rekrutmen ini sulit akan berjalan mulus, meskipun para elite partai sudah membuat semacam kesepakatan (islah) sementara.
"Pastinya ya akan terganggu. Ini satu rumah tangga tapi bukan suami istri, kubu yang berbeda. Bisa dibayangkan kerumitan-kerumitan yang dialami oleh Golkar dan PPP termasuk," ucap Siti Zuhro, Senin (20/7).
Siti menyebut, islah sementara tak bisa menjamin luruhnya friksi di tingkat akar rumput. Meskipun elite partai menyepakati nama kandidat yang sama untuk Pilkada per daerah, pencantumannya dalam dua berkas yang berbeda masih menunjukkan adanya tarik menarik kepentingan.
Hal ini pun, tegas Siti, hanya mengutamakan kepentingan elitis partai, alih-alih rekrutmen yang transparan dan demokratis untuk kepentingan pemilih. "Ujungnya pasti kepentingan juga, dan ujung-ujungnya lagi kan duit," ujar Siti.
Karena itu, Siti khawatir massa dari partai yang berfriksi akan kian mudah terfragmentasi. Apalagi, masih terdapat kemungkinan akumulasi kekecewaan dari politisi daerah yang gagal menjadi kandidat mewakili dua kubu partai. Hal inilah, menurut Siti, yang mesti diantisipasi oleh kepolisian.