REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ada yang mengira, nenek berusia 65 tahun Sartinem harus tutup usia dengan mengenaskan. Hidup sebatang kara dan menjanda sejak 20 tahun lalu membuat Sartinem harus berusaha menyambung hidupnya sendirian.
Nenek dua orang anak ini sudah sepuluh tahun menempati sebuah rumah disamping sebuah ruko di jalan Asem Baris, Tebet, Jakarta Selatan. Namun, hidupnya semakin mengenaskan kala usia sudah menggrogotinya perlahan. Hingga tak punya uang dan bermodal belas kasihan tetangga sekitar Sartinem mencoba bertahan hidup.
Ayu (40 tahun) tetangga disekitar rumah Sartinem menuturkan nenek tersebut terkenal ramah. Sempat bertahan hidup dengan berjualan sayur dan warung klontong, Sartinem masih bisa hidup dengan jerih payahnya. Sayangnya, kondisi tubuhnya yang mulai melemah dan sakit sakitan membuat ia tak lagi beraktifitas sejak delapan bulan lalu.
Rumahnya selalu gelap, dan tak banyak aktifitas tampak dari rumahnya. Sudah tiga bulan Sartinem hidup tanpa aliran listrik. Pihak PLN setempat memutus aliran listrik rumah Satinem karena ia tak sanggup membayar tagihan listrik. Akibatnya, ia hidup hanya dengan penerangan lilin yang saban hari ia beli dari warung tetangganya.
Sehari sebelum kejadian, warga tak sempat melihat Sartinem. Hari raya idul fitri yang biasanya ramai, rumah Sartinem tampak sepi. Kedua anaknya yang sudah dewasa pun tak terlihat bertandang di rumah Sartinem.
"Anaknya gak tahu kemana. Nenek asli jawa, tapi juga gak tahu pasti saya asli mana dia," tutur Ayu saat ditemui Republika Online (ROL) di Tebet, Ahad (19/7).
Warga baru sadar akan keberadaan Sartinem saat usai adzan magrib kobaran api habis melalap kediaman Sartinem. Kuat diduga kebakaran disebabkan oleh lilin yang biasa ia pakai untuk penerangan mengenai barang yang mudah terbakar.
Ayu pun mengatakan, sejak ia tinggal di daerah Asem Baris tersebut tak tampak sosok suami di kediaman Sartinem. Warga mengetahui ia telah menjanda sejak memutuskan tinggal di Jakarta. Kedua anaknya pun jarang pulang ke rumah dan belum ada kabar hingga hari ini.
Sartinem diketahui warga memang sering sakit sakitan sejak delapan bulan terakhir. Ia sering tampak lemas dan batuk batuk. Namun, warga sekitar juga tak bisa membantu banyak karena kondisi yang juga tak mumpuni.
Namun, nenek Sartinem dikenal ramah oleh tetangga sekitar. Meski memang jarang bersosialisasi kecuali saat masih aktif berdagang saat masih sehat. Tak jarang warga akhirnya kerap memberikan uang dan makanan kepada Sartinem.
Hanya saja, saat hari raya Idul Fitri Sartinem tak tampak keluar dari rumahnya. Rumah tampak sepi dan lengang hingga warga tak sadar akan keberadaan Sartinem.
"Gak keliatan ikut shalat Id juga mbak, nenek itu kerap sendirian. Saya juga kasihan sebenarnya, tapi momen kemarin semua kan sedang sibuk sendiri sendiri," ujar Ayu.
Hal yang sama juga diamini kepala RT 07/03 Asem Baris, Tebet. Supomo mengatakan, ia mengenal Sartinem memang sebatang kara. Namun, dirinya juga tak tahu kemana kedua anaknya. Baru saat kebakaran terjadi, nyawa Sartinem sudah tak tertolong. Api berkobar cepat dan besar. Hingga warga baru sadar akan keberadaan Sartinem saat api mulai padam.
Hal yang sama juga diakui oleh Kanit Reskrim Polsek Metro Tebet, Ajun Komisaris Mudiran. Menurut keterangan saksi dan olah TKP rumah Sartinem memang selalu sepi. Kebakaran kuat terjadi akibat lilin yang jatuh hingga mengenai kasur tempat Sartinem ditemukan.
"Karena listrik sudah diputus, kuat diduga api berasal dari lilin. Kita masih lakukan pendalaman, saat ini jenasah masih di RS. Polri menunggu keluarga mengambil," ujar Mudiran saat dihubungi Republika, Ahad (19/7).
Kondisi tubuh Sartinem mengalami luka bakar hampir 80 persen. Sayangnya, nyawanya memang tak tertolong lagi saat petugas damkar mencoba mengevakuasi Sartinem. Selain karena luka bakar yang parah, kondisinya yang sudah tua dan lemah menyebabkan Sartinem tak bisa bertahan.
Pihak Polsek Tebet masih melakukan pendalaman dan identifikasi jenazah Sartinem. Sekitaran lokasi kebakaran juga masih dibatasi garis polisi untuk dilakukan olah TKP lebih lanjut.