Selasa 14 Jul 2015 05:47 WIB

Menggagas Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia (1)

Red: M Akbar
Rokhmin Dahuri
Foto: Yasin Habibi/Republika
Rokhmin Dahuri

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Prof.Dr.Ir. Rokhmin Dahuri, MS (Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB)

Salah satu program pembangunan utama Kabinet Kerja adalah menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD). Program ini diharapkan bisa membawa Indonesia lebih maju, sejahtera, dan berdaulat yang berbasis pada ekonomi kelautan, hankam dan budaya maritim. Harapannya lainnya, Indonesia bisa menjadi rujukan bagi bangsa-bangsa lain di dunia dalam berbagai bidang kelautan.

Dalam jangka pendek-menengah (2015 – 2020), sektor-sektor ekonomi kelautan dituntut untuk mampu memecahkan permasalahan internal sektornya masing-masing. Lalu secara simultan bisa berkontribusi signifikan dalam mengatasi sejumlah permasalahan bangsa. 

Sebagai bagian integral dari ekonomi kelautan, ruang lingkup ekonomi dari sektor perikanan tidak hanya perikanan tangkap. Ruang lingkup lebih besar meliputi perikanan budidaya, industri pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan serta industri dan jasa terkait. 

Tapi sampai kini Indonesia masih menyimpan permasalahan yang sangat serius di sektor perikanan. Ada tiga masalah besar. Pertama, kemiskinan nelayan dan pembudidaya ikan. Kedua, rendahnya tingkat pemanfaatan potensi budidaya laut (mariculture), tambak, dan industri bioteknologi kelautan. Ketiga, rendahnya daya saing sektor ini menghadapi MEA dan rejim perdagangan bebas lainnya.

Semua masalah itu seakan menambah masalah kronis yang sudah diwariskan dari pemerintahan sebelumnya. Masalah kronis itu berupa tingginya pengangguran dan kemiskinan, kesenjangan kelompok kaya vs miskin. Lalu disparitas pembangunan antarwilayah yang sangat timpang, gizi buruk serta rendahnya pertumbuhan ekonomi, daya saing dan Indeks Pembangunan Manusia.

Masalah tersebut sudah ditekadkan oleh Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla untuk diatasi melalui tim Kabinet Kerjanya. Pada akhir 2019, Indonesia sudah ditargetkan untuk naik kelas sebagai negara berpendapatan menengah-atas dengan GNP per kapita sekitar 7.000 dolar AS. 

Tapi usaha menuju harapan itu tidaklah mudah. Beragam masalah masih menghadang. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-I hanya 4,7 persen yang membuatnya terendah dalam enam tahun terakhir. Kemudian nilai tukar rupiah turun drastis ke Rp 13.400 per dolar AS; IHSG juga turun signifikan; harga bahan pangan pokok melambung tinggi; daya beli masyarakat tergerus; dan pengangguran justru bertambah 400.000 orang.

Disinilah peran pembangunan sektor perikanan diperlukan. Sayang, gebrakan pemerintah dalam delapan bulan ini justru mengakibatkan mayoritas industri pengolahan perikanan gulung tikar. Belum lagi munculnya pengangguran ratusan ribu nelayan, pembudidaya, karyawan pabrik, dan membuat iklim investasi menjadi sangat menakutkan.

Padahal, banyak teknik manajemen perikanan yang dapat mengawinkan antara tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, daya saing, dan kesejahteraan dengan kepentingan memerkokoh kedaulatan dan konservasi lingkungan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement