REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Istana yang kerap membuat blunder dinilai mengganggu efektifitas Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bahkan, bisa mencoreng wibawa presiden.
Seperti kasus Peraturan Presiden 39/2015 tentang Kenaikan Tunjangan Uang Muka Pembelian Mobil Pejabat Negara. Perpres tersebut dicabut setelah mendapatkan penolakan dari masyarakat.
Selain itu juga kesalahan penulisan Badan Intelijen Negara (ditulis Nasional) oleh pihak Sekretariat Negara dalam undangan pelantikan Sutiyoso sebagai Kepala BIN. Termasuk, Mendagri Tjahjo Kumolo yang menyoroti kinerja menteri lain akan menggangu efektifitas kinerja para pembantu presiden.
"Pak Presiden kudu rapikan, perbaiki sistem koordinasi dan komunikasi. Supaya tidak banyak blunder," kata anggota DPD Oni Suwarman, Ahad (12/7).
Meski begitu, senator asal Jawa Barat ini menyerahkan sepenuhnya kepada presiden apakah akan merombak kabinet atau tidak. Yang penting, kalau pun ada reshuffle, tujuannya untuk peningkatan kinerja. "Reshuffle bukan untuk memulihkan citra semata," kata Oni yang bersama senator-senator muda lainnya menggagas Poros Senator Indonesia untuk memberikan pandangan-pandangan kritis yang membangun dalam pelbagai persoalan kebangsaan.
Karena, dia mengingatkan, masyarakat saat ini sedang menunggu realisasi beragam janji yang disampaikan Jokowi saat masa kampanye. Apalagi, di masa-masa perekonomian yang tidak menentu seperti saat ini. "Program nawacita harus segera diwujudkan," kata komedian Sunda yang kerap memerankan tokoh si Kabayan ini.
Oni juga menambahkan, Presiden Jokowi harus langsung terlibat ikut menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendapat perhatian masyarakat luas. Termasuk misalnya tentang problematika sepak bola Tanah Air.
"Pak presiden kudu turun tangan, biar cepat teratasi. Apalagi ini (sepakbola) hiburan di saat krisis dan bisa menumbuhkan ekonomi masyarakat. Karena banyak yang tergantung dengan sepakbola," katanya.