REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Surono menghimbau, masyarakat yang tinggal di sekitar kaki Gunung Raung, Jawa Timur, tidak panik serta tidak mudah percaya dengan dugaan jika gunung itu akan meletus hebat dalam waktu dekat.
Surono menjelaskan, letusan Gunung Raung bertipe Strombolian. Artinya, letusan Raung akan memuntahkan material pijar seperti percikan kembang api, bila dilihat di malam hari. Hanya saja, karena kawah Gunung Raung tergolong dalam, maka percikan Raung tidak bisa dilihat dari kaki gunung.
Ia melanjutkan, tipe letusan Raung berbeda dengan letusan Gunung Merapi yang berjenis Plinean. Tipe letusan Merapi, terang Surono, disertai dengan luncuran awan panas dan letusan ke atas hingga puluhan kilometer ke atas.
"Letusan Raung jauh, jauh, di bawah Merapi. Memang bagi Raung sendiri, letusan kali ini yang terbesar sepanjang catatan Gunung Raung. Tapi masyarakat tak perlu panik," ujarnya, Jumat (10/7).
Secara geologi, menurutnya energi yang dilepas Gunung Raung secara bertahap sejak 2011 lalu membuat letusan Raung tidak akan besar. Hal ini berbeda apabila ada sumbatan di jalur lava yang membuat letusan bisa lebih hebat ketika akumulasi energi dilepas tiba-tiba.
"Nah ini Raung ini beda. Kalau di sini, sumbatan sudah terbuka sehingga ini tidak ada penumpukan energi. Maka untuk sekarang ini, tanpa dikesampingkan, untuk saat ini Raung tidak akan meletus dengan besar," jelasnya.
Surono menyebutkan, sebuah kesalahan bila ada anggapan bahwa Raung akan meletus. Faktanya, kata dia, Raung telah dan sedang meletus. Hanya saja, sampai kapan akan meletus, Surono mengaku hal ini tidak bisa diprediksi. Satu hal yang dia tegaskan adalah, letusan Raung tidak besar.
"Makanya radius bahaya 3 km dari bibir kawah. Dan masyarakat di sana tinggal 6 sampai 8 kilometer rumahnya. Jadi masyarakat di luar radius bahaya beraktivitas saja sepeti biasa tidak usah khawatir kalau Raung akan meletus hebat," katanya.
Surono menambahkan, dampak lain yang paling dirasakan akibat letusan Gunung Raung adalah aktivitas penerbangan yang terhambat. Setidaknya ada 5 bandara yang terkena dampaknya sejak Kamis (9/7) lalu.
Badan Geologi mencatat, abu volkanik Gunung Raung bisa mencapai ketinggian maksimum 500 meter dari bibir kawah. Dijumlah dengan ketinggian Raung 3.300 meter, maka abu volkanik bisa terlempar hingga 3.800 meter di atas permukaan laut. Angka ini jauh di bawah ketinggian jelajah terbang pesawat.
"Tapi memang angin bisa berbuat sesuka dia. Dan, memang kewenangan bagi Kemenhub untuk berikan warning terhadap bandara yang terdampak," ujarnya.
Sehingga, wajar bila pihak otoritas bandara membuat kebijakan yang bersifat preventif. Hingga saat ini, Badan Geologi secara berkala melaporkan aktivitas Gunung Raung setiap hari kepada Kementerian Perhubungan.
"Aktivitas Gunung Sinabung juga kami laporkan 4 kali dalam sehari," katanya.