REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengingkatkan kerawanan dalam penerapan Instruksi Presiden (Inpres) tentang Percepatan Penyerapan Anggaran dan Pembangunan.
Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto mengatakan legislatif paham benar maksud dari aturan pelaksana undang-undang tersebut. Namun harus ada juga peningkatan pengawasan dalam pelaksanaan Inpres tersebut.
"Adanya Inpres, atau Perpres itu (Percepatan Penyerapan Anggaran dan Pembangunan) sebenarnya bagus. Tetapi, kalau ada yang korupsi tetap harus kita tindak. Ini yang perlu pengawasan lagi," katanya di komplek MPR/D-PR RI, Jakarta, Jumat (10/7).
Ia mengamati, rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengeluarkan Inpres soal Percepatan Penyerapan Anggaran dan Pembangunan. Salah satu isinya, ialah memberikan kekebalan hukum bagi Kepala Daerah untuk mempercepat pembangunan, dengan memberi peluang memotong jalur hukum.
Bahkan, rencanya Inpres tersebut memberikan imunitas untuk Kepala Daerah, yang melakukan penunjukkan langsung terkait proyek-proyek pembangunan. Dikatakan Agus, maksud pemerintah sebenarnya hendak menjawab persoalan kemandegan pembangunan di daerah.
"Selama ini penyerapan anggaran sulit lantaran Kepala Daerah rentan dikriminalkan akibat kebijakan penyerapan anggaran untuk pembangunan," ujarnya.
Sebab itu, menurut politikus dari partai Demokrat tersebut, Inpres yang dinilai sebagai Aturan Antikriminalisasi Pejabat Daerah itu mampu melindungi Kepala dan Pejabat Daerah, dari kebijakan progresifnya untuk memaksimalkan penyerapan an-garan dan percepatan pembangunan.
Akan tetapi, ketika ditanya apakah dengan Inpres tersebut malah tak semakin memupuk prilaku korupsi pejabat daerah? Kata Agus, ketakutan tersebut yang juga mesti dijawab pemerintah. Apalagi, Inpres itu memberikan perlindungan kepada Kepala Daerah untuk melakukan penunjukkan langsung proyek pembangunan tanpa proses tender.
"Jadi sebenarnya, pengawasannya ini yang juga harus ada. Karena tentunya kalau benar terjadi korupsi, tetap harus ditindak," ucapnya.