Jumat 10 Jul 2015 10:31 WIB

Soal PP JHT, Menaker Salahkan Undang-Undang

Rep: C13/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/5).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri menyatakan Peraturan Pemerintah Jaminan Hari Tua (PP JHT) Nomor 46 Tahun 2015 tentang BPJS Ketenagakerjaan itu bukan aturan pemerintah. Menurutnya, penetapan 10 tahun bukan aturan pihaknya tetapi Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

“Hal yang perlu digaris bawahi dalam hal ini adalah penetapan 10 tahun itu. Ini bukan aturan pemerintah, tapi Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional," ujar Hanif saat berkunjung ke perusahaan perkebunan sawit, PT Bumi Pratama Khatulistiwa Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (9/7).

Menurut Hanif, pemerintah tidak akan menetapkan perihal pencairan dana BPJS Ketenagakerjaan selama 10 tahun jika tidak ada aturan yang melatarbelakanginya. Oleh sebab itu, dia menyatakan penolakannya jika terdapat pihak yang menganggap Kemenaker pada pimpinannyalah yang telah memutuskan jumlah waktu pencairan itu. 

Ia menegaskan, PP JHT merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada pasal 37 Ayat 1 hingga 5.

Sebelumnya, sejumlah masyarakat melakukan petisi kepada  pemerintah tentang PP JHT  yang mulai diberlakukan pada 1 Juli 2015. PP ini menerangkan,  pencairan dana JHT bisa dilakukan setelah masa kepesertaan 10 tahun. Padahal peraturan sebelumnya menyebutkan pencairan dana JHT bisa dilakukan dengan masa kepesertaan  lima tahun dengan masa tunggu satu bulan.

Dengan banyaknya penolakan itu, Hanif mengaku pemerintah pun melakukan perevisian. Menurutnya, Presiden Joko Widodo berusaha untuk mencari jalan solusi dengan merevisi kembali PP JHT itu. Dia juga berharap perevisian ini bisa selesai dalam waktu sesegera mungkin.

“Untuk saat ini masih berproses,” tegas Hanif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement