Kamis 09 Jul 2015 08:21 WIB

Soal Jaminan Pensiun, KSPI: Pemerintah Jangan Persulit Buruh

Skema dana pensiun (ilustrasi)
Foto: www.bamlawca.com
Skema dana pensiun (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didesak mengubah formulasi terkait iuran jaminan pensiun yang disebutkan dalam PP Nomor 45 Tahun 2015 tentang Jaminan Pensiun Pasal 17 Ayat (2). Desakan itu datang dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

"KSPI tetap tegas meminta aturan tersebut diubah oleh Pemerintah," kata Vice Presiden KSPI Bidang Jaminan Sosial Iwan Kusmawan dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Rabu (8/7).

Iwan menegaskan pemerintah jangan terus mempersulit buruh dengan aturan yang kian tidak jelas jika tidak mau ada aksi mogok nasional di seluruh Indonesia. Dalam PP Jaminan Pensiun, lanjut dia, pemerintah merumuskan besaran manfaat hanya 15-40 persen saja dari gaji atau setara dengan Rp 300 ribu setiap bulan. "Ini tidak benar," tegas Iwan.

Menurut dia, mana mungkin manfaat pensiun bisa didapati angka 60 persen jika faktor pengalinya hanya satu persen, lalu dibagi 12 kali upah dengan masa kerja 30 tahun. Harusnya, lanjut dia, faktor pengalinya itu dua persen. Kalau satu persen, manfaat yang didapati sangat jauh dari hidup layak seseorang saat pensiun.

Dengan manfaat tersebut, Iwan berpendapat pemerintah sebenarnya telah melanggar prinsip dasar dari jaminan pensiun sendiri. Yaitu untuk dapat memenuhi kebutuhan buruh dan keluarganya secara layak.

Jaminan pensiun ini, kata dia, untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup secara layak sebagai pengganti hilangnya penghasilan atau berhentinya gaji dengan besaran manfaat jaminan pensiun bulanan minimal seharusnya adalah 60 persen dari upah terakhir.

Pengawai negeri sipil (PNS)/TNI/Polri pun mendapatkan manfaat bulanan 75 persen. Prinsipnya, kata Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) itu, manfaat antara buruh dan PNS/TNI/Polri tidak boleh ada diskriminasi.

Iwan menambahkan, minimnya besaran manfaat pensiun yang diterima tersebut disebabkan oleh besaran iuran yang sangat kecil, yakni hanya tiga persen saja. Hal itu, menurut Iwan, sangat jauh di bawah Malaysia 23 persen, Tiongkok 28 persen, dan Singapura 33 persen.

Iwan juga kembali menegaskan jika kalangan buruh masih tetap konsisten untuk meminta besaran manfaat jaminan pensiun sebesar 60 persen yang hampir menyamai besaran manfaat pensiun PNS, harus membayarkan iurannya minimal 8 persen.

"Kami tetap konsisten meminta iuran jaminan pensiun sebesar delapan persen dari gaji/upah tiap bulan dengan manfaat pasti pensiun minimal sebesar 60 persen dari upah rata-rata tahun terakhir, dan usia pensiun 55 tahun karena hal ini sangat bisa menjamin keberlangsungan 'suistanibilitas' Program Jaminan Pensiun," tegasnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement