Rabu 08 Jul 2015 23:21 WIB

PPP Tahu Diri tak Minta Tambah Jatah Menteri

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Karta Raharja Ucu
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) bersama memimpin rapat terbatas bersama sejumlah Menteri Kabinet Kerja di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (10/2).
Foto: ANTARA
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) bersama memimpin rapat terbatas bersama sejumlah Menteri Kabinet Kerja di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (10/2).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tau diri untuk tak ikut-ikutan menyorongkan sejumlah calon menteri pengganti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Juru Bicara PPP (versi mukhtamar Surabaya), Arsul Sani mengatakan, sebagai partai politik (parpol) pendukung paling akhir dalam pemerintahan, partainya tak ingin mendesakkan keinginan agar jatah menteri dari partainya bisa bertambah.

Politikus di Parlemen itu mengatakan, partainya pasif dalam rencana presiden untuk menemukan komposisi yang tepat dalam reshuffle kabinet. "Artinya, PPP hanya memberikan saran kalau ditanya saja. PPP itu partai makmum, ya tahu diri sajalah," kata dia saat ditemui di gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu (8/7).

Arsul mengibaratkan PPP versinya sebagai partai makmum masbuk yang mendukung pemerintahan Presiden Jokowi, paling akhir dibandingkan partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH) lainnya. Memang, diakuinya konflik internal partainya membuat partai berlambang Ka'bah itu telat mendukung pencapresan Jokowi, ketimbang PDI Perjuangan, Nasdem, Hanura, dan PKB.

Meski pendukung paling akhir, Jokowi memberikan jatah satu menteri untuk PPP. Arsul mengatakan, jatah tersebut dengan ditunjuknya Lukman Hakim Saifuddin sebagai menteri agama. Itu, kata Arsul sudah cukup. Dibandingkan partai pendukung lainnya, yang mendapat jatah kursi antara dua sampai empat menteri.

"Ya, kalau mau ditambah ya syukur, nggak ditambah ya berarti memang belum perlu ditambah," ujar dia. Tapi, PPP mengharapkan, jatah satu menteri tersebut, jangan justru dihilangkan.

Reshuffle kabinet menguat setelah Presiden Jokowi mener-ima laporan evaluasi semester pertama kinerja Kabinet Kerja. Beberapa nama menteri dikabarkan akan digeser ke pos kementerian yang lain. Beberapa menteri pun dikabarkan akan dicopot.

Beberapa politikus dari partai utama pendukung pemerintah, menyarankan agar Jokowi merekrut kader dari partai nonpe-merintah untuk kestabilan politik dan ekonomi. Diantaranya mengusulkan agar Jokowi menggandeng beberapa partai opo-san untuk duduk di kursi kabinet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement