REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masa sidang IV DPR RI sudah ditutup dengan pidato Ketua DPR, Setya Novanto, Selasa (7/7). Selama empat kali masa sidang, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai, DPR belum menghasilkan satupun produk legislasi.
Sebab, dua Rancangan Undang-Undang (RUU), Pilkada dan Pemerintah Daerah, yang sudah disahkan awal masa sidang lalu merupakan peninggalan periode sebelumnya. Artinya, 10 bulan anggota DPR bekerja atas amanat rakyat, belum satupun produk legislasi yang dihasilkan.
“Catatan buruk DPR di bidang legislasi ini seolah-olah konsisten sejak masa sidang pertama,” kata Lucius pada Republika, Selasa (7/7) malam.
Lucius menilai, dari 37 RUU Prolegnas prioritas 2015 yang ada masih utuh hanya sebagai rencana kerja. Ironisnya, DPR malah menambah 3 RUU Prioritas baru untuk tahun 2015. Salah satunya adalah revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Lucius, hal ini justru menunjukkan buruknya manajemen perencanaan DPR. Perencanaan prolegnas prioritas dinilai tidak didasari dengan studi mengenai kebutuhan bangsa dalam bidang legislasi. “Tak heran jika mereka mengubah-ubah RUU yang sudah disepakati untuk dibahas, serta menambah RUU prioritas baru di pertengahan jalan,” tegas Lucius.
Sebelumnya, dalam pidato penutupan masa sidang IV DPR RI, Setya Novanto mengatakan ada 3 RUU yang sudah disampaikan pada Presiden untuk mendapat respon dan dibahas bersama. Ketiga RUU ini adalah RUU Tabungan Perumahan Rakyat, RUU tentang Penjaminan, dan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol.
Selain itu, 6 RUU sudah dalam tahap harmonisasi. Yaitu RUU tentang Pertanahan, RUU tentang Jasa Kontruksi, RUU tentang Pertembakauan, RUU tentang Kebudayaan, RUU tentang Sistem Pembukuan dan RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam.
“Selama masa sidang IV ini, DPR terus berupaya untuk menyelesaikan penyusunan beberapa RUU yang menjadi prioritas tahun 2015,” kata Novanto.