Selasa 07 Jul 2015 21:25 WIB

Nasihat Abdullah Hehamahua Terkait Revisi UU KPK

Rep: c14/ Red: Angga Indrawan
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua (kiri).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi atas UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah tercantum dalam Prolegnas 2015-2019 dengan nomor urut 63. Sehubungan dengan itu, mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua mengatakan, revisi boleh saja asalkan bertujuan menguatkan kelembagaan KPK.

Untuk memastikan hal itu, lanjut Abdullah, pemerintah dan DPR wajib secara moral untuk membuat komitmen terhadap rakyat. Sehingga, kata dia, semua kewenangan KPK yang ada dalam UU No 30/2002 tidak diubah-ubah.

"Perlu ada semacam MoU dengan legislatif dan eksekutif bahwa pasal-pasal tentang penyadapan, penuntutan, SP3 itu tidak diganggu gugat," tegas Abdullah Hehamahua, Selasa (7/7), di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Selain itu, Abdullah menekankan, KPK sendiri mesti belajar dari pengalaman. Dengan adanya gelombang praperadilan yang diajukan sejumlah tersangka, KPK belakangan ini tampak kurang mumpuni. Maka dari itu, tegas Abdullah, revisi UU KPK bisa menjadi momentum penguatan kembali KPK.

"Penguatan yaitu harus ada pasal yang menjelaskan eksplisit bahwa KPK berwenang mengangkat penyelidik, penyidik, penuntut umum di luar Kepolisian dan Kejaksaan. Jadi siapa saja bisa. Polisi, bisa. Jaksa, bisa. Mahasiswa, LSM, akademisi," tutur dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement