Kamis 02 Jul 2015 02:08 WIB

Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Indonesia Masih Dominan

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Satya Festiani
ilustrasi kekerasan
Foto: antara
ilustrasi kekerasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Yohana Yembise menyebutkan hingga saat ini, jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak masih dominan.

Yohana mengaku saat dirinya mengunjungi seluruh wilayah di Indonesia, ternyata ia mendapati kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap perempuan masih tinggi. Bahkan, kata dia, seluruh Indonesia terjadi kekerasan ini.

“KDRT di seluruh Indonesia masih terjadi, dan kekerasan yang dialami anak seperti pencabulan juga masih menonjol, termasuk di lingkungan keluarga,” katanya saat temu media buka puasa bersama di rumah dinasnya, di Jakarta, Rabu (1/7) petang.

Belum lagi kasus sodomi yang terjadi anak-anak saat mendekam di lembaga permasyarakatan (lapas). Kekerasan seksual itu memungkinkan terjadi karena bocah tidak berdosa itu itu disodomi oleh orang dewasa. Ia menyebutkan, kondisi lapas di Tanah Air masih memprihatinkan karena masih digabungkan dengan orang laki-laki dewasa. Akhirnya kondisi lapas tidak nyaman karena berdesak-desakan dan terjadilah aksi asusila tersebut. Meski demikian, pihaknya belum mendapatkan data kekerasan yang terjadi pada kaum hawa dan anak ini.

Terkait tingginya kekerasan pada dua kelompok ini, ia menyebutkan karena banyak masyarakat yang belum paham undang-undang (UU) terkait. Seperti UU Perlindungan Anak dan UU KDRT. Bahkan, seringkali si suami yang menjadi pelaku tidak paham adanya UU ini.

“Ini jadi pukulan buat saya karena ternyata masih banyak masyarakat belum tahu UU ini, termasuk UU pornografi, hingga UU Tindak Perdagangan Manusia,” katanya.

Persoalan ini, menjadi tantangan buat pihaknya. Ia menegaskan dibutuhkan beberapa upaya yang harus dilakukan pihaknya kedepannya seperti sosialisasi aturan hukum terkait.  “Kalau terdeteksi terjadi kekerasan mohon laporkan ke pengaduan dan penyelesaian konflik (P2KP), hotline pengaduan di nomor kami atau media massa supaya diteruskan ke kementerian supaya tidak terjadi lagi kasus-kasus seperti Engeline,” ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement