Selasa 30 Jun 2015 14:23 WIB

Foto Profil 'Pelangi' di Facebook Tuai Kontroversi

Rep: Gita Amanda/ Red: Winda Destiana Putri
Bendera pelangi simbol kaum LGBT.
Foto: abc news
Bendera pelangi simbol kaum LGBT.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika Anda melihat foto profil Facebook beberapa teman dengan warna pelangi, itu artinya teman Anda mendukung pernikahan sejenis.

Facebook baru-baru ini memang mengeluarkan aplikasi filter foto terbaru, dengan menggunakan kombinasi warna pelangi. Ini untuk menggambarkan dukungan mereka pada pernikahan sejenis yang baru dilegalkan di Amerika Serikat.

Namun, upaya Facebook tersebut ternyata juga menuai reaksi dan kritikan tajam di sejumlah negara. Pengguna Facebook di Rusia dan seluruh negara Arab menjadi negara yang paling banyak melontarkan kritikan tersebut.

Di Rusia, para pengguna Facebook malah lebih memilih menggunakan filter dengan warna bendera mereka dibandingkan dengan warna pelangi. "Tanggapan kami untuk dunia pelangi #Proudtoberussian," kata Elena Strakova salah seorang warga Rusia.

Dilansir BBC News Senin, (29/6), Rusia memiliki hukum kontroversial yang melarang memberikan informasi mengenai homoseksualitas kepada anak di bawah usia 18 tahun. Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 80 persen dari warga Rusia menentang legalisasi pernikahan sesama jenis.

Di Timur Tengah, banyak pengguna media sosial juga menyatakan kritikan keras pada simbol pelangi. Salah seorang pengguna Twitter Rami Isa marah dengan Facebook yang menggunakan simbol pelangi untuk mendukung pernikahan sejenis.

"Anda telah mendistrosi masa kecil kami yang innocent (dengan simbol itu), kami dulu suka pelangi," katanya.

Seorang profesor ilmu politik Mesir mengatakan, pernikahan gay tak selaras dengan masyarakat dan budaya.

Di Mesir, sekitar 2.000 kicauan menyebut motif pelangi itu. Kebanyakan mereka mengkritisi hal itu. Beberapa pengguna bahkan berkomentar sinis dengan pengguna dengan profil pelangi mereka.

Menurut Pew Research Center, tak semua warga AS mendukung pernikahan sejenis. Dari hasil survey ada sekitar dua perlima dari warga AS menentangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement