REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kepri belum menemukan pelanggaran dalam kasus penipuan secara "online" yang diduga dilakukan 58 warga negara asing asal Tiongkok dan Taiwan.
"Meskipun dugaannya mereka melakukan penipuan secara 'online' (dalam jaringan), namun sampai saat ini belum dapat dibuktikan oleh penyidik. Pemeriksaan jalan terus, namun kami juga berkoordinasi dengan pihak terkait untuk proses deportasi," kata Kasubdit III Ditreskrimum Polda Kepri AKBP Febi Dapot Parlindungan Hutagalung di Batam, Senin.
Untuk menangani kasus tersebut, kata dia, Ditreskrimum sudah bekerja sama dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri dan Direktorat Cyber Crime Bareskrim Polri.
"Kami berharap bisa menemukan pelanggaran kejahatannya. Namun yang jelas sampai saat ini yang dilanggar hanya keimigrasian saja, jadi dikoordinasikan untuk proses deportasi," kata dia.
Hal serupa juga disampaikan oleh Kabid Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Khusus Batam, Rafli, yang mengatakan ke-58 orang tersebut akan dideportasi setelah pemeriksaan selesai. "Kami masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Selanjutnya akan dideportasi," kata dia.
Sebelumnya pada 25 Juni 2015, Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kepulauan Riau mengamankan 58 warga negara Taiwan dan Tiongkok di Crown Hill dan Perumahan Palm Spring Batam yang diduga merupakan jaringan penipuan dan pemerasan internasional dengan sarana alat telekomunikasi.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri Kombes Pol Adi Karya Tobing mengatakan, orang-orang tersebut langsung direkrut dari Taiwan dan Tiongkok dan masuk ke Indonesia melalui Jakarta.
"Ada yang sudah dua bulan berada di Batam. Ada juga yang baru tiga hari. Mereka awalnya tidak saling kenal," kata dia.
Selain mengamankan 58 pelaku, polisi juga mengamankan peralatan yang digunakan untuk penipuan seperti laptop, telepon rumah, telepon genggam, sejumlah bilik peredam suara dan daftar nomor telepon setebal 57 halaman.
"Sejauh ini penipuan dilakukan pada warga Tiongkok dan Taiwan. Namun kejahatan tersebut dilakukan dari Indonesia. Inilah yang membuat nama Indonesia tercemar," kata Tobing.
Ia mengatakan terus mendalami kasus tersebut untuk mengetahui berapa banyak orang yang telah ditipu dan nilai nominal penipuannya.
"Kami masih terus mendalami. Kami juga bekerja sama dengan Kepolisian Taiwan untuk menangani kasus ini," kata dia.