Jumat 26 Jun 2015 18:39 WIB

KPK Tetapkan Bupati Morotai Maluku Utara Sebagai Tersangka

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Bayu Hermawan
 Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi bersiap memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka baru di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/6).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi bersiap memberikan keterangan pers terkait penetapan tersangka baru di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua (RS) menjadi tersangka kasus dugaan suap dalam sengketa pemilukada Kabupaten Morotai 2011 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Perkara ini merupakan pengembangan dari putusan perkara mantan ketua MK Akil Mochtar yang telah berkekuatan hukum tetap. Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan, penyidik telah memiliki dua alat bukti untuk menjerat Rusli Sibua sebagai tersangka.

"Menetapkan RS sebagai tersangka dugaan korupsi memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diadili," kata dia di gedung KPK dalam keterangan resminya, Jumat (26/6).

Johan mengatakan, surat perintah penyidikan (sprindik) untuk Rusli ditandatangani lima pimpinan KPK pada Kamis 25 Juni. Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Rusli diketahui memenangkan sengketa pemilukada Kabupaten Morotai tahun 2011 di MK. Belakangan diketahui bahwa kemenangan Rusli didapat dari hasil penyuapan yang dilakukannya kepada Akil. Hal itu terungkap dalam sidang perkara Akil Mochtar di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta tahun lalu.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum KPK menyatakan bahwa Akil menerima Rp 2,989 miliar sebagai uang suap untuk memenangkan pasangan Rusli Sibua-Weni R. Paraisu dalam pilkada Morotai. Padahal, KPU Kabupaten Morotai menetapkan pasangan Arsad Sardan-Demianus Ice sebagai pemenang pilkada di kabupaten tersebut.

Rusli kemudian menunjuk Sahrin Hamid sebagai pengacaranya. Sahrin inilah yang kemudian sekaligus menjadi perantara suap antara Akil dan Rusli. Sahrin lalu menghubungi Akil terkait gigatan kliennya. Akil lalu meminta Sahrin agar menyampaikan ke Rusli mempersiapkan uang sebesar Rp 6 miliar untuk memenangkan sengketa di MK.

Sahrin menyampaikannya ke Rusli di Hotel Borobudur, Jakarta. Namun Rusli menyatakan hanya sanggup membayar Rp 3 miliar. Akil yang mengetahui informasi tersebut langsung meminta Sahrin agar menyerahkan uang itu ke kantor MK. Namun Sahrin tak berani.

Akhirnya Akil menyuruh Sahrin untuk menransfer uang tersebut ke rekening atas nama CV Ratu Samagat yang tak lain merupakan perusahaan milik istri Akil. Rusli lantas mengirim uang sejumlah Rp 2,989 miliar dalam tiga tahap.

Pada 20 Juni 2011, MK kemudian memutuskan untuk memenangkan Rusli-Weni. Dalam perkara suap sengketa pemilukada di berbagai daerah itu, Akil dinyatakan bersalah dan divonis seumur hidup oleh majelis hakim.

Atas perbuatannya, Akil dijerat dengan pasal 12 huruf c Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Akil sudah divonis seumur hidup sesuai keputusan Mahkamah Agung pada Senin 23 Februari lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement