REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris diklaim sudah meminta maaf atas serial kicauannya tentang Gaza di Jakarta. Senator asal Jakarta tersebut status tentang kondisi tragis jamaah Masjid Al Futuwwah di Cipete, Jakarta Selatanm yang merasa kesulitan demi bisa mengikuti pengajian. Hal itu diakibatkan tindakan pengembang PT FIM Jasa Ekata yang menutup akses ke lokasi masjid. Fahira menyebut keadaan itu bagaikan yang dialami masyarakat Jalur Gaza, Palestina.
Ichsan Thalib selaku pemilik PT FIM Jasa Ekata langsung mengkonfirmasi hal itu kepada Fahira Idris. Dia menyayangkan, mengapa tidak dilakukan tabayun dulu sebelum mengetahui kondisi sebenarnya terkait masalah akses jamaah ke Masjid Al Futuwwah yang dimiliki Muhammad Sanwani.
"Bu Fahira sudah minta maaf secara pribadi. Bu Fahira belum pernah ke lokasi dan ketemu Pak Sanwani," kata Ichsan Thalib di Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (26/6).
Kuasa hukum Ichsan Thalib, Artha Wicaksana menegaskan, pihaknya tidak pernah menutup jalan yang telah dihibahkan kepada masjid. Dia menjelaskan, kliennya sudah berkomitmen sejak dua tahun yang lalu, bahkan sebelum dimediasi wali kota Jakarta Selatan.
Hal itu terkait pemberian jalan akses selebar 1,5 meter dari total 5 meter. Itu pun, kata dia, jalannya dilengkapi coneblock, sehingga siapa pun tak perlu harus lompar pagar sebagaimana dmarak diberitakan. Sayangnya, kata dia, Sanwani malah meminta lebar jalan 3 meter. Hal itu jelas tak mungkin disanggupinya, lantaran pihaknya nanti hanya memiliki akses jalan dua meter.
"Warga tetap bisa ke masjid tanpa kesulitan. Sebab, sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan 28 Agustus 2014 pemilik tanah diharuskan memberikan akses jalan selebar 1,5 meter. Foto-foto yang disebarkan itu menyesatkan, kalo foto membuktikan akses telah diberikan kami bisa tunjukan bahkan termasuk peta yang kami telah berikan jalan baik depan ataupun belakang," kata Artha.
Dia juga membantah kliennya telah menutup jalan sebagaimana yang beredar di Twitter akhir-akhir ini. Menurut dia, penutupan akses dilakukan oleh ahli waris bernama Mates. Penutupan itu terjadi murni karena ada permasalahan pribadi antara Sanwani dengan mates.
Sebenarnya, kata dia, tanah kliennya tidak mencakup tanah Mates, namun akses menuju masjid dari perkampungan warga memang melewati rumah Mates. "Di mana Mates menutup akses yang kami berikan diatas tanah mates sendiri, atas hal ini kami betul betul tidak terkait ataupun menjadi bagian dari permasalahan mereka,” ujarnya.
Justru, lanjut dia, Ichsan Thalib meminta Mates membuka akses. Sebab, akibat perbuatannya, kliennya terus–menerus difitnah dan dikaitkan dengan penutupan itu. Namun, ungkap dia, berdasarkan keterangan Mates, persoalan tersebut tidak ada kaitannya dengan kliennya.
“Bukan hanya kami yang membujuk mates, pihak wali kota juga sudah bujuk, hasilnya tembok sempat dibongkar, namun dibuat seng sekarang, abis gimana lagi, ini urusan internal mereka kok,” ujarnya.
Artha menjelaskan, pihaknya saat ini telah melaporkan Sanwani ke Polda Metro Jaya terkait perobohan pagar pada Agustus 2014. Menurut dia, pembongkaran itu dilakukan Sanwani tanpa ada perintah wali kota Jaksel. Bahkan terdapat berita yang beredar bahwa perobohan memang perintah Wakil wali Kota Jaksel Tri Kurniadi kepada Satpol PP.
Namun faktanya, kata dia, perobohan tersebut tidak pernah diperintahkan wakil wali kota. “Sanwani memerintahkan perusakan tembok dengan dalih diperintahkan pemkot, padahal wakil wali kota sendiri marah–marah dengan Sanwani karena merusak pagar milik pemilik tanah secara sepihak dan diluar kesepakatan,” ucap Artha.
Ketua RW 09 Cipete Sholahudin Noer merasa malu memiliki warga seperti Sanwani yang telah berbohong kepada publik. Apalagi, kata dia, Sanwani mengaku terdapat 300 anak yatim piatu yang menjadi tanggunggan Masjid Al Futuwwah. Padahal, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukannya bersama warga, tidak ada tanda-tanda aktivitas kegiatan di masjid tersebut.
Hal itu juga sudah ditelusurinya berdasarkan catatan data penduduk. Sholahudin meminta agar tidak lagi memanfaatkan keberadaan Masjid Al Futuwwah untuk meraih keuntungan pribadi dengan merekayasa data anak yatim piatu.