REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menyatakan cuaca panas dan kering yang melanda Riau menyebabkan proses modifikasi cuaca untuk hujan buatan tidak mudah dilakukan untuk mencegah kebakaran lahan dan hutan.
"Peluang keberhasilan masih ada, tapi cuaca sekarang sangat kering dan ini jadi kendala buat kami," kata Kepala Unit Pelayanan Teknis Hujan Buatan BPPT F. Heru Widodo kepada di Pekanbaru, Rabu (24/6).
Heru menjelaskan proses modifikasi cuaca berlangsung selama dua hari terakhir. Pada pelaksanaan pertama pada Selasa (23/6), penyemaian awan menggunakan pesawat CN-295 milik TNI AU yang dilengkapi dengan alat canggih sehingga mampu menampung empat ton garam (NaCl) sekali terbang.
"Kita sudah melakukan penyemaian di wilayah Pelalawan, Bengkalis, dan Rokan Hilir," katanya.
Ia mengatakan pihaknya secara umum memprioritaskan penyemaian awan di bagian Timur Riau. Meski ada kendala cuaca kering, namun ia mengatakan hujan dengan intensitas kecil dan bersifat lokal sudah terjadi di beberapa daerah. "Ada hujan tapi tidak begitu besar seperti di sekitar Kabupaten Kampar dan Indragiri Hilir," katanya.
Penerapan teknologi modifikasi cauca oleh BPPT menelan biaya sekitar Rp 25 miliar yang didanai sepenuhnya oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Hal itu dilakukan karena pemerintah berusaha mencegah potensi kebakaran lahan dan hutan karena Riau kini dalam puncak kemarau dan kondisinya diperparah akibat fenomena Elnino.
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Pekanbaru, Sugarin, mengatakan hasil pantauan titik panas (hotspot) berdasarkan satelit Terra & Aqua pada Rabu pagi menunjukan ada 64 "hotspot" tersebar di Riau yang menjadi indikasi kebakaran lahan dan hutan.
Ia mengatakan jumlah "hotspot" mengalami tren peningkatakan karena suhu udara memang meningkat, yang pada Rabu ini bisa mencapai panas maksimal hingga 35 derajat Celcius. "Riau kini sedang panas-panasnya karena puncak kemarau," ujar Sugarin.
Menurut dia, sebaran "hotspot" paling banyak berada di Kabupaten Pelalawan dan Rokan Hilir yakni masing-masing 16 titik. Kemudian ada juga di Indragiri Hulu sebanyak tujuh titik, Kampar enam titik, Kuantan Singingi lima titik, Bengkalis empat titik, Rokan Hulu tiga titik serta Siak dan Kota Dumai masing-masing satu titik. Adapun, jumlah "hotspot" dengan tingkat keakuratan di atas 70 persen mencapai 29 yang dipastikan titik api.