Selasa 23 Jun 2015 19:03 WIB

Minim Pelaku, Seni Lukis Betawi Terancam Punah

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Muhammad Hafil
Pameran tunggal lukisan dan gambar Ipong Purnama Sidhi di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (26/2).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pameran tunggal lukisan dan gambar Ipong Purnama Sidhi di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (26/2).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Di tengah eksistensinya yang masih rendah, lukisan betawi terancam punah akibat regenerasi pelukis yang sulit terwujud. Maestro lukisan betawi, Sarnadi Adam mengungkapkan, tongkat estafet pelukis betawi sampai saat ini masih tertahan di tangannya.

Mirisnya, kata dia, tongkat estafet itu sebenarnya bahkan tidak pernah berpindah karena sejak ia mencetuskan Lukisan Betawi, sampai saat ini belum ada pelukis lain yang mengikuti jejak kesungguhannya. Diceritakan olehnya, semangat mengreasikan lukisan betawi pada medio awal 1990-an sempat meledak di antara para seniman putra Jakarta.

Namun lambat laun, seiring belum dikenalnya nama lukisan betawi, para seniman itu bertumbangan. Mayoritas dari mereka kesulitan untuk mencari apresiator karya lukisan betawi yang dibuat.

“Miris memang, sampai saat ini saya lihat belum ada penerus, tapi saya tetap coba melakukan kaderisasi,” ujar Sarnadi Adam kepada Republika akhir pekan lalu.

Sarnadi berujar, alasan dibalik bertumbangannya seniman lukis betawi sangat klasik. Yaitu, seputar sulitnya memenuhi kebutuhan hidup dari mengandalkan penjualan hasil karya.

Dia mengatakan, pada awalnya para seniman lukis betawi sangat bergairah dalam melukis. Tetapi setelah berumah tangga, semangat itu mulai luntur karena fokus yang terbagi. Para seniman itu akan berat memilih antara harus membeli cat dan kanvas sebagai keperluan melukis, atau susu untuk anak-anak mereka.

“Akhirnya banyak yang berhenti lalu mencari pekerjaan yang lebih pasti ada penghasilan setiap bulan. Akibatnya ya seniman lukis betawi semakin berkurang,” kata lulusan Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia tahun 1985, Yogyakarta ini.

Untuk itu, ia berharap pihak-pihak yang peduli pada kesenian betawi bisa mencarikan solusi efektif bagi permasalah klasik itu. Sarnadi khwatir, bila tidak ada apresiasi bagi para pelukis betawi, maka kesenian yang baru muncul pada awal 1990-an ini tak akan berumur panjang.

“Kami mohon kepada pihak pemerintah khususnyaa Pemprov DKI Jakarta untuk bisa memberikan dukungannya, karena ini kan kita sedang bicara nilai-nilai suku betawi,” kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement