Selasa 23 Jun 2015 07:20 WIB

Begini Cara Pemerintah Kolonial Belanda Diskreditkan Sejarah Islam

Begini Cara Pemerintah Kolonial Belanda Diskreditkan Sejarah Islam

Jejak Islam di Nusantara.
Foto:

Dengan struktur sosial semacam itu, maka agus meragukan penyebaran Islam di nusantara dilakukan oleh para saudagar. Dengan posisinya di lapisan keempat, saudagar akan mengalami kesulitan menyebarkan agama di dalam struktur sosial masyarakat Jawa ini. "Mereka pasti tak akan dianggap," ujar Agus.

Dengan pemahaman ini, Agus menduga, sejarah yang menyebut para saudagar sebagai penyebar Islam di nusantara adalah bagian dari upaya pengaburan sejarah Islam di Indonesia. Menurut Agus, akan lebih masuk akal jika sejarah menyebut penyebaran Islam dilakukan oleh para kaum kelas brahmana, yaitu para wali yang selama ini dikenal dengan sebutan Wali Songo.

Dengan posisi wali yang berada di lapisan pertama, jelas akan mudah bagi mereka untuk menjadi panutan masyarakat di masa itu. Posisi itu memudahkan mereka mengajarkan ajaran Islam di bumi pertiwi ini, terutama di Pulau Jawa.

Kalau sekarang, apakah Indonesia menggunakan sistem ini? Sekarang asing dipuja-puja di sini. "Sepengetahuan saya, hanya Brunei Darussalam lah yang saat ini menerapkan sistem lapisan masyarakat Jawa itu," ungkap Agus.

Menurut Agus, munculnya perlawanan pasif lewat lisan yang dilakukan para pengikut Diponegoro setelah Perang Jawa semata karena adanya struktur sosial ini. Mereka melawan dengan memunculkan fenomena pertempuran baru dengan menggunakan opini.

Sejarah Islam Indonesia, kata Ahmad Mansur Suryanegara, adalah sejarah telur mata sapi. "Ayam yang bertelur, tetapi sapi yang punya nama," ujar sejarawan Universitas Padjadjaran itu. Mansur menegaskan, tak bisa dibantah bahwa pelaku sejarah Islam di Indonesia adalah para ulama atau umat Islam. Namun, yang ditulis adalah mereka yang menentang ajaran Islam.

Mansur merasakan betapa 'Sumpah Syahadah' yang menjadi landasan melawan kolonialis-imperalis tidak dinilai sebagai perekat dan pembangkit kesatuan-persatuan bangsa Indonesia. Sumpah Syahadah kalah dengan Sumpah Palapa.

Padahal, dalam wayang, pemegang kalimasada adalah Pandawa. "Yang diletakkan di sebelah kanan dalang dan selalu sebagai pemegang kemenangan, mengalahkan Kurawa yang diposisikan di sebelah kiri dalang," ujar Mansur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement