Selasa 23 Jun 2015 07:20 WIB

Begini Cara Pemerintah Kolonial Belanda Diskreditkan Sejarah Islam

Begini Cara Pemerintah Kolonial Belanda Diskreditkan Sejarah Islam

Jejak Islam di Nusantara.
Foto:

Agus mengatakan, kemerdekaan yang diperoleh Indonesia tidak terlepas dari peran Muslim. Begitu banyak raja-raja Muslim yang telah didukung oleh guru tarekat dan ulama dari pesantren. Mereka bersatu untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah, baik Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, maupun Jepang.

Mereka dengan tegas menyebut para penjajah sebagai 'orang kafir' yang tidak pantas menginjakkan kakinya di tanah Nusantara. Terutama, lanjutnya, bagi mereka yang memiliki misi untuk memurtadkan rakyat Indonesia yang beragama Islam.

Masyarakat Jawa pada umumnya memang menolak tegas penjajahan yang dilakukan Belanda. Mereka tidak menyukai Belanda bukan hanya karena tindakan yang mereka lakukan. Menurut Agus, ada struktur sosial atau konsep hidup yang membuat mereka tidak menyukai kehadiran orang asing, seperti Belanda.

Agus menyebutkan, ada tujuh lapisan yang dipegang oleh masyarakat Jawa. Strata ini bukan kasta. Lapisan masyarakat ini dilihat dari kuat atau tidaknya seseorang terhadap pengaruh dunia. Sehingga, struktur sosial ini dianggap menjadi penilaian utama atas ketepatan dalam memilih dan memercayai seorang pemimpin di suatu wilayah.

Lapisan pertama dipegang oleh kaum yang memiliki nafsu atau pengaruh dunia yang lemah. Misalnya, ulama, wali, atau kaum Brahmana. "Lapisan kedua dimiliki oleh kaum yang tidak terlalu mencintai dunia dan hidupnya dijamin oleh negara, seperti para ksatria dan pertapa," jelas Agus.

Lapisan selanjutnya dimiliki oleh kaum waisya, seperti petani. Setelah itu, kaum saudagar memegang lapisan selanjutnya. Dalam lapisan ini semisal saudagar, rentenir, kaum konglomerat, dan tuan tanah.

Untuk lapisan kelima dimiliki oleh kaum yang hidup dari membunuh binatang, seperti jagal, pemburu, dan algojo. Lapisan keenam dipegang oleh orang asing seperti Belanda. Lapisan terakhir dimiliki oleh orang-orang yang hidupnya hanya merugikan masyarakat, seperti perampok, pembegal, pencuri, dan lainnya.

Maka, alasan masyarakat Jawa menolak penguasaan Belanda menjadi jelas. Dalam struktur sosial, para penjajah itu itu tidak bisa menjadi pemimpin atau penguasa di tempat mereka. "Menurut mereka, penjajah itu tidak pantas menjadi juragan tetapi harus menjadi pelayan di tanah mereka," ujar Agus

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement