REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana aspirasi atau usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) batal masuk paripurna. Wakil Ketua Tim Mekanisme UP2DP, Hendrawan Supratikno mengatakan, kegagalan untuk bisa dimasukkan dalam rapat pengambilan keputusan tertinggi anggota dewan lantaran belum rampungnya perangkat Peraturan DPR.
Politikus dari PDI Perjuangan itu mengatakan rencananya Tim Panitia Kerja (Panja) UP2DP di Badan Anggaran (Banggar) DPR mengusahakan agar peraturan internal soal UP2DP itu pungkas Senin (22/6). Target hari tersebut, agar peraturan soal penggunaan hak pengelolaan anggaran anggota dewan itu bisa disetujui dalam paripurna Selasa (23/6).
"Sepertinya tidak bisa (dibawa ke paripurna) besok (23/6)," kata Hendrawan di ruang Baleg DPR, Jakarta, Senin (22/6). Anggota Komisi XI DPR itu pun mengatakan, usaha Panja UP2DP di Baleg menyusun Paeraturan DPR terkait penggunaan APBN 2016 senilai Rp 11,2 triliun itu akan dikebut sampai Senin (22/6) malam.
Ketika ditanya apakah dengan tak diajukannya Peraturan DPR terkait UP2DP ke paripurna itu berarti usulan Rp 20 miliar untuk setiap anggota dewan itu dibatalkan? Dia mengatakan tidak demikian.
"Ada usulan reses (sidang ke IV) dimajukan. Sepertinya sebelum itu sudah harus selesai," ujar Hendrawan.
UP2DP disorongkan oleh DPR agar aspirasi pembangunan di daerah pemilihan masing-masing anggota legislatif menjadi beban negara. Yaitu dengan cara membebankan pemerintah untuk memasukkan usulan pembangunan dari konstituen anggota DPR ke dalam APBN sebesar Rp 11,2 triliun.
Nominal tersebut dengan rincian, masing-masing dari 560 a-nggota DPR berhak memberikan usulan pembangunan fisik senilai yang direncanakan Rp 20 miliar ke pemerintah guna memenuhi aspirasi pemilih di dapil masing-masing. Usulan tersebut dikatakan sebagai pemenuhan sumpah jabatan anggota dewan dan UU MD3 yang mengharuskan setiap anggota dewan harus menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat pemilih di dapil masing-masing.