REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN -- Musim penangkapan di pesisir selatan Kabupaten Pangandaran memasuki musim angin timur. Pada musim angin timur anginnya lebih kencang dan ombaknya lebih tinggi. Sehingga nelayan menghadapi kesulitan saat melaut.
Sekretaris Dinas Kelautan Pertanian dan Kehutanan (KPK) Kabupaten Pangandaran, Gumilar mengatakan, musim angin timur diperkirakan berlangsung sejak April sampai Agustus. Sangat beresiko bagi nelayan jika tetap memaksakan diri melaut pada saat cuaca buruk.
"Resikonya kapal nelayan bisa terbawa hanyut ke tengah laut lepas atau alat tangkap ikan rusak," kata Gimilar kepada Republika, Ahad (21/6).
Selain daripada itu, menurut Gumilar angin yang kencang dan ombak besar dapat mengancam keselamatan nelayan saat melaut. Akibatnya para nelayan harus memilih waktu yang tepat untuk melaut. Sehingga ikan hasil tangkapan nelayan pun menurun.
Berdasarkan hasil monitoring di tempat pelelengan ikan (TPI) dari tujuh kecamatan di Kabupaten Pangandaran, produksi dan nilai produksi ikan terus menurun. Pada Januari 2015, produksi ikan di tujuh TPI mencapai 132.825 kg. Nilai produksinya mencapai Rp 4,5 miliar.
Pada Febuari produksi ikan menurun menjadi 127.658 kg. Namun nilai produksinya meningkat menjadi Rp Rp 4,8 miliar. Menjelang memasuki musim angin timur, produksi ikan dan nilai produksi menurun semua. Di bulan Maret produksi ikan hanya 115.749 kg dan nilai produksinya berkisar Rp 3,4 miliar.
Pada April kembali mengalami penurunan, produksi ikan pada bulan tersebut hanya 109.948 kg dan nilai produksinya jatuh menjadi Rp 2,8 miliar.
Misno (47 tahun), nelayan asal Parigi mengatakan, kondisi cuaca pada sepekan terakhir masih memungkinkan untuk melakukan aktivitas penangkapan. Ketinggian ombak berada dikisaran satu meter. Namun kondisi alam pada awal Juni sangat tidak mendukung.
"Angin yang berhembus cukup kuat dan berlangsung cukup lama, ketinggian ombak pun sekitar empat meter," kata Misno.
Menurutnya, dalam kondisi cuaca seperti itu akan mempengaruhi olah gerak kapal saat akan keluar atau masuk pelabuhan dan muara sungai.
Gumilar menjelasakan upaya pemerintah dalam membantu nelayan yang sedang menghadapi paceklik. Menurutnya yang saat ini bisa dikerjakan, melakukan pengembalian dana paceklik sekitar sebesar Rp 45 juta untuk tri wulan pertama. Dana tersebut sumbernya dari retribusi TPI. Selain itu, nelayan juga diberi pelatihan kewirausahaan pada Mei 2015.
Menurut Gumilar, pelatihan kewirausahaan diharapkan bisa mendorong dan menumbuhkan jiwa wirausaha para nelayan. Sehingga pada saat menghadapi kondisi alam yang tidak memungkinkan untuk melaut, nelayan tetap memperoleh penghasilan tambahan dari diversifikasi usaha yang dijalani mereka.