REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI meminta semua pihak untuk menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji materi pernikahan beda agama Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Ketua Komisi VIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengatakan putusan tersebut telah melalui proses pemeriksaan materi perkara secara mendalam.
"Saya sependapat dengan argumen hakim yang menyebutkan bahwa pernikahan tidak saja menyangkut persoalan administratif kenegaraan, tetapi juga berkaitan dengan persoalan spiritual dan sosial. Bahkan, menurut saya, persoalan spiritual sangat dominan dalam pernikahan," ujar Saleh kepada Republika, Ahad (21/6).
Ia menjelaskan, banyak agama yang menyebut pernikahan adalah peristiwa sakral. hampir semua agama, kata dia, menolak pernikahan beda agama. Menurutnya, peristiwa pernikahan harus dilakukan sesuai dengan tuntunan dan pedoman agama yang dianut oleh warga negara.
Jika pernikahan beda agama tetap dipaksakan maka dikhawatirkan akan mengganggu keyakinan umat beragama. Menurutnya, membela HAM tidak boleh menggangu HAM orang lain.
Ia melanjutkan, selama ini tidak ada persoalan sosial yang kelihatan menonjol sehingga pernikahan beda agama harus diperbolehkan. Bahkan, isu legalisasi nikah beda agama justru menimbulkan kontroversi dan perdebatan.
"Saya kira dalam memutus perkara, MK selalu melihat berbagai hal secara holistik. Termasuk pandangan dan masukan dari masyarakat. Sebab setelah diputus, putusannya final dan mengikat," katanya.