REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta membuat desain sistem hukum antikorupsi yang lebih efektif. Sistem ini nantinya juga fokus pada upaya pencegahan.
Peneliti Indonesian Legal Rountable (ILR), Erwin Natosmal Oemar mengatakan, kasus korupsi saat ini semakin marak. Padahal KPK sebagai lembaga penegak hukum anti rasuah sudah bekerja dengan maksimal menjaring para pencuri uang negara. Hanya saja, pada kenyataannya, kasus korupsi tetap saja ada.
"Penindakkan KPK sudah maksimal. Namun kali ini KPK punya tugas mendesain sistem hukum anti korupsi yang lebih efektif untuk mencegah terjadinya penyimpangan semakin marak," kata Erwin kepada ROL, Sabtu (20/6) malam.
Menurutnya sistem hukum ini akan fokus pada pencegahan di instansi-instansi pemerintah. Jadi, pemahaman akan bahayanya terlibat korupsi bisa terus disosialisasikan. Di samping itu juga pencegahan baik di sisi pengawasan yang harus semakin diperketat.
Hal ini menanggapi menyusulnya kasus suap yang baru saja dibongkar KPK.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap beberapa orang terduga korupsi di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada rentang waktu Jumat malam hingga Sabtu dini hari, 20 Juni 2015.
Dalam OTT tersebut KPK menetapkan empat tersangka yakni BK dan AM anggota DPRD Kabupaten Musi Banyuasin, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah SF, dan Kepala Bappeda FA serta menyita barang bukti uang sekitar Rp 2,5 miliar.
Para tersangka diduga terlibat dalam korupsi pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah sekaligus laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah setempat.