Jumat 19 Jun 2015 23:21 WIB

Anggota Komisi III: Ada yang tidak Beres dengan BNN

Rep: c39/ Red: Bayu Hermawan
 Kabag Humas BNN, Slamet Pribadi menyampaikan keterangan kepada media saat rilis narkotika di kantor BNN, Jakarta Timur, Senin (23/2).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Kabag Humas BNN, Slamet Pribadi menyampaikan keterangan kepada media saat rilis narkotika di kantor BNN, Jakarta Timur, Senin (23/2). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Wenny Haryanto mengunjungi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) di Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi, Jumat (19/6). Dalam kunjungannya ke Kota Bekasi tersebut, Wenny mengaku menemukan masalah terkait Rehabilitasi Program 100 Ribu Pemakai Narkoba.

Awalnya, Wenny enggan membeberkan temuannya tersebut. “Saya ada temuan ini, tapi saya tahan dulu, nanti saya kabarin lagi deh,” katanya.

Setelah dibujuk, akhirnya politisi dari Partai Golongan Karya (Golkar) tersebut mau berkomentar banyak. Wenny mengatakan ada indikasi bahwa Badan Narkotika Nasional (BNN) tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.

“Kelihatannya ada indikasi bahwa BNN tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, harusnya kalau BNN mengatakan ada program 100 ribu itu gratis, tidak begini,” ujarnya.

Ia mengatakan, yang terjadi sekarang ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dibayar untuk mendata pemakai narkoba tersebut, yang mendaftar tersebut ada yang dibawa ke BNN pusat dan kalau di Bekasi dibawa ke Lembaga Kasih Indonesia (LKI).

“Jadi pecandu itu hanya didata ya, diperiksa urinenya, kemudian tidak diberi kartu sementara, beda dengan di IPWL, kemudian setelah itu dikasih uang Rp40 ribu untuk mendaftar, kan senang dikasih uang Rp40 ribu, dari pada ke IPWL,” jelas Wenny.

Berbedanya dengan IPWL, menurut dia di sana pengguna narkoba diobati hingga sembuh sedangkan BNN hanya melakukan pendataan saja.  

“Artinya program BNN itu tidak berhasil, tidak sampai, jadi ini namanya bukan program rehabilitasi, tapi hanya program mendata pecandu narkoba, beda kan mendata dengan mengobati itu, beda,” katanya.

Ia pun menaruh kecurigaan, sebab jika benar BNN hanya melakukan pendataan tanpa rehabilitasi, maka tak menelan anggaran besar. Sementara, program rehabilitasi jelas memiliki anggarannya yang lebih besar.

"Jadi, jangan sampai anggaran besar tersebut dipakai untuk program yang kecil, ini kenapa kok sampai seperti ini, jangan-jangan BNN tidak tahu, yang penting 100 ribu nama para pencadu tersebut masuk, padahal tidak direhabilitasi,” ungkapnya.

Ke depannya, Wenny mengatakan DPR akan mengklarifikasi masalah ini dengan BNN pusat dan ia menyarankan bahwa IPWL harus dibuat di setiap Puskesmas di Indonesia, karena anggarannya menurutnya tidak besar, hanya perlu diadakan di setiap puskesmas. “Suster sudah ada, yang perlu ditambah misalnya psikolog sebagai konselingnya atau dokter juga bisa,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement