Jumat 19 Jun 2015 22:00 WIB

Bambang Widjojanto: UU KPK Tak Perlu Direvisi

Red: M Akbar
Suspended Deputy Chairman of the Corruption Eradication Commission (KPK), Bambang Widjojanto, paid the National Police Headquarters a visit on Tuesday, February 24.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Suspended Deputy Chairman of the Corruption Eradication Commission (KPK), Bambang Widjojanto, paid the National Police Headquarters a visit on Tuesday, February 24.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua KPK non-aktif Bambang Widjojanto mengatakan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu direvisi karena tidak ada hal yang perlu diganti dari undang-undang tersebut.

"Malah saya melihat, (revisi UU KPK) ini jangan-jangan ada kepentingan lain bekerja. Yang mengatasnamakan kepentingan perubahan namun enggak," kata Bambang Widjojanto, usai menjadi pembicara pada Diskusi Publik "Mencari Sosok Ideal Pimpinan KPK", di Bandung, Jumat (19/6).

Pada Selasa (16/6), dalam rapat Badan Legislasi DPR, Menteri Hukum Yasonna H Laoly menyatakan revisi UU KPK masuk Proyeksi Legislasi Nasional (Proglegnas) 2015 sebagai inisiatif DPR karena perlu dilakukan peninjauan terhadap beberapa ketentuan dalam upaya membangun negara yang bersih dan penguatan terhadap lembaga terkait dengan penyelesaian kasus korupsi yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

Ia meminta supaya pemerintah dan DPR bisa mendukung KPK dalam menjalankan program pemberantasan korupsi di tanah air ini.

"Coba sekarang cek lembaga penegakan hukum yang miliki kewenangan penyadapan apakah hanya KPK. Apakah lembaga lain sudah diaudit, operating prosedur. Kenapa persoalan itu hanya terhadap KPK saja. BNN, Densus, Polisi, dan Jaksa juga ada alat penyadapan," kata dia.

Apabila memang ingin merivisi UU KPK, maka Bambang meminta kajian secara akademik apa yang menjadi kelebihan ketika UU KPK direvisi.

"Silakan berikan pada saya contoh naskah akademik terhadap revisi itu. Karena itu syarat. Enggak bisa ujug-ujug datang. Sekarang apa kekuatan dan kenapa ada usulan. Karena kalau tiba-tiba direvisi susah," ujar dia.

Sementara itu, Komisioner Indonesia Corupption Watch (ICW) Emerson Yuntho menilai Revisi UU KPK juga menjadi salah satu tantangan bagi Panitia Seleksi Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Isu pelemahan KPK jadi sesuatu yang krusial, jadi percuma pimpinan KPK yang nanti dihasilkan ideal dan bagus, tapi kewenangannya dipangkas lewat revisi UU KPK," kata Emerson.

Menurut dia, Pansel Komisioner KPK ditantang bukan hanya bisa menghasilkan calon pimpinan lembaga anti rasuah yang ideal semata. "Kalau ingin dapat figur terbaik maka institusi KPK-nya juga harus diselamatkan.

Tantangan Pansel KPK sangat berat. Selain untuk mendapatkan figur, kehawatiran kami kalau dapat pimpinan ideal tapi kriminalisasi tetap berjalan itu akan percuma atau sia-sia," kata dia.

Dikatakannya, revisi UU KPK merupakan salah satu bukti terhadap pelemahan lembaga tersebut. "Kenapa tidak banyak figur baik yang mendaftar, selain kriminalisasi, proses fit and proper tes rumit ternyata mekanisme di DPR menjadi hambatan mereka," kata dia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement