REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Mengacu data program perlindungan sosial (PPLS), Kota Tasikmalaya berpotensi mengalami rawan pangan tertinggi se-Jawa Barat. Kondisi ini juga ditandai dengan jumlah penduduk miskin yang mencapai 112.163 orang dari jumlah proyeksi penduduk 651.676 jiwa pada tahun 2013.
Kasi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tasikmalaya, Adih Kusnadi mengatakan, terdapat 17,19 persen penduduk Kota Tasikmalaya yang dikategorikan sebagai penduduk di bawah garis kemiskinan. "Orang yang berada digaris kemiskinan rata-rata pengeluaran mencapai Rp 337 ribu per bulan per orang," kata Adih kepada Republika, Jum'at (19/6).
Adih menjelaskan, berdasarkan hasil survei BPS Kota Tasikmalaya, penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan tersebut bermata pencaharian sebagai kuli tani dan buruh. Banyak juga di antara mereka bekerja sebagai buruh di home industri sehingga penghasilannya tidak seberapa.
Sebelumnya, Kepala Bidang Ketahanan Pangan Jabar, Dewi Sartika mengatakan, desa miskin yang berpotensi rawan pangan di Kota Tasikmalaya sebesar 48 persen. Dari 69 desa yang ada di Kota Tasikmalaya, sebanyak 32 desa rawan pangan. Jumlah tersebut didasarkan pada data PPLS 2011. Seharusnya data tersebut diupdate kembali oleh BPS supaya semakin akurat.
Di BPS Kota Tasikmalaya tercatat jumlah penduduk yang terdata dalam PPLS ada sebanyak 66.229 orang di 2011. AKan tetapi, menurut Adih hanya ada sekitar 45 ribu orang yang memiliki kartu perlindungan sosial (KPS). "Tidak semua yang termasuk kedalam PPLS di BPS mendapatkan KPS," kata Adih.
Menanggapi masalah tersebut di atas, Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya, Yoke Yulantie menyatakan, pemerintah kota harus lebih memerhatikan perekonomian rakyat. Mengingat potensi dalam sektor home industri dan makanan kuliner wilayah ini cukup baik.
Tinggal bagaimana cara pemkot mempromosikan produk-produk daerahnya guna lebih menumbuhkan ekonomi lokal. Karena sebetulnya pemkot sudah memiliki langkah perencanaan untuk meningkatkan ekonomi daerahnya.
Yoke menegaskan, pembinaan dan bantuan dari pemerintah untuk masyarakat juga harus berlanjut. Pemerintah tidak bisa hanya memeberikan bantuan atau pembinan kemudian dilepas. Produk-produk yang dihasilkan daerah juga membutuhkan pemasaran, pemerintah seharusnya membantu memfasilitasinya agar tumbuh berkembang.