REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Senator Fahira Idris membuat serial kicauan tentang kondisi tragis masyarakat di Cipete dekat Kemang, Jakarta Selatan, yang terisolasi demi bisa mengikuti pengajian. Fahira menyebut keadaan itu bagaikan yang dialami masyarakat Jalur Gaza. Pasalnya, masyarakat merasa kesulitan untuk bisa pergi ke masjid.
Menanggapi Twitter Fahira, Mohamad Ridwan Thalib dan Muhamad Reza Fahriadi membuat klarifikasi. "Kami, Mohamad Ridwan Thalib & Muhamad Reza Fahriadi, bertindak selaku keluarga dan juru bicara saudara Drs. Ichsan Thalib (sebagai Paman Kami), pihak yang dituduh oleh pengurus Masjid BSC Al Futhuwah (yaitu Bapak Haji MSN-demi menjaga nama baik dan tidak tersebarnya fitnah)," katanya, Kamis (18/6).
Berikut keterangan kepada redaksi Republika Online, yang disertai dengan lampiran dokumen, surat, dan denah lokasi masjid:
Sehubungan dengan sejumlah tweet di media sosial Twitter yang telah Ibu Fahira Idris sampaikan pada tanggal 16 Juni 2014 (#gazainjakarta), kami memahami bahwasanya pihak yang dimaksudkan oleh Ibu Fahira Idris sebagai pihak yang 'menghalangi akses ke masjid' secara tersirat adalah Paman kami, yang merupakan pihak pengembang dan pemilik yang sah secara hukum atas tanah-tanah di sekitar Masjid Jami’ Al-Futuwwah, masjid yang terletak di Jalan H. Tholib Cipete Utara (Masjid).
Namun demikian, terhadap pemuatan tweet-tweet yang telah Ibu Fahira Idris sampaikan, saya dan segenap keluarga besar, merasa perlu untuk meluruskan dan/atau menjawab tweet-tweet tersebut sebagai bentuk klarifikasi (tabayyun) dan agar memperjelas permasalahan yang ada dengan turut mengakomodasi keterangan dari sisi paman saya. Sehingga dengan ini ingin menyampaikan beberapa penjelasan sebagai berikut:
1. Bahwa persoalan yang terjadi terkait atau yang pada umumnya dikaitkan antara Sdr Ichsan Thalib selaku Direktur FIM Jasaekatama dengan Yayasan BSC Al-Futuwwah (Yayasan) adalah persoalan yang sudah cukup lama terjadi dan menjadi suatu persoalan yang masih berlarut-larut hingga saat ini. Persoalan ini telah turut melibatkan berbagai pihak terkait mulai dari pihak pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pemerintah Kota Jakarta Selatan, organisasi kemasyarakatan seperti Front Pembela Islam (FPI), hingga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), belum termasuk keterlibatan dan liputan media yang telah beberapa kali muncul terkait dengan persoalan ini (kami memiliki seluruh arsip terkait masalah ini, mohon hubungi saya di HP saya apabila ingin mendapatkan penjelasan secara lebih komprehensif).
Namun keterlibatan berbagai pihak tersebut tidak lantas menyebabkan persoalan ini telah dianggap selesai tanpa adanya pihak yang mempermasalahkannya. Sehingga terdapat kompleksitas tersendiri mengapa persoalan yang terjadi tidak cukup apabila dipandang dan/atau disikapi secara sepotong-potong tanpa melihat persoalan yang sesungguhnya terjadi secara utuh.
2. Bahwa secara hukum, paman saya adalah pemilik yang sah atas beberapa bidang tanah sebagaimana yang telah diberikan pagar di sekitarnya, yang mana pemagaran ini sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Adapun terkait pemagaran yang telah dilakukan, dengan mengingat eksistensi masjid dan urgensi terkait aksesibilitasnya, paman kami, telah memberikan akses jalan menuju Masjid baik dari depan maupun dari belakang dengan lebar jalan sebesar ± 1,5 m2 dengan total luas tanah ± 260 m2. (Lampiran 1) Sehingga seluruh klaim dan tuduhan yang menyatakan bahwasanya paman kami telah menghalangi akses menuju Masjid adalah klaim dan tuduhan yang secara mutlak menyesatkan, sangat mengada-ada dan tidaklah sesuai faktanya. Mengenai foto yang terdapat beling, kawat duri ataupun hal-hal yang terkesan mendzahilimi, apakah Yth Ibu Fahira Idris sudah mendapatkan kepastian siapa yang menaruh kawat duri tersebut? Uang menempatkan beling di atas pagar, untuk apa tujuannya? Apa motifnya? hal-hal tersebut amat baik dan amat bijaksana apabila di klarifikasi kepada kedua belah pihak.