Rabu 17 Jun 2015 17:54 WIB

Wapres Nilai Dana Aspirasi DPR tak Diperlukan

Wapres Jusuf Kalla.
Foto: @Pak_JK
Wapres Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan tidak semua daerah memiliki kebutuhan sama, sehingga dana aspirasi Rp20 miliar untuk anggota DPR tidak mewakili keperluan daerah asal.

"Karena tidak semua daerah punya kekurangan dan kebutuhan yang sama, sehingga ketika semua anggota DPR nanti dapat Rp20 miliar (masing-masing), nanti bisa berbeda-beda keinginannya," katanya, Rabu (17/6).

Wapres mengatakan sesungguhnya anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sudah termasuk dana aspirasi anggota DPR. Sehingga, dana aspirasi di luar APBN tidak lagi diperlukan.

"Semua anggaran (APBN) itu kan DPR yang menentukan, bersama dengan Pemerintah. Berarti 100 persen anggaran itu aspirasi DPR juga kan," ujar Wapres.

Sehingga, lanjutnya, ketika sebuah daerah memerlukan dana untuk pembangunan infrastruktur maka itu seharusnya diusulkan sejak pembahasan APBN.

"Jadi kalau memang aspirasi disetujui, tentu dalam pembahasan (APBN) sudah ada bahwa di provinsi ini perlu pembangunan jalan. Itu aspirasi," ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal dengan dana aspirasi adalah wujud dari pelaksanaan tugas konstitusi DPR yang sudah diatur dalam undang-undang maupun sumpah jabatan legislator.

Penolakan terhadap dana aspirasi, menurut Fahri berarti menolak konstitusi dan melanggar sumpah jabatan DPR.

"Tekad DPR hanya melaksanakan UU. Undang-undang telah mengatur untuk mendengar aspirasi masyarakat. Itu juga merupakan pelaksanan dari sumpah DPR," kilahnya.

Dalam UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD-3) dan sumpah jabatan, ditegaskan bahwa kewajiban anggota DPR adalah membela konstituen.

"Jika tidak melaksanakan itu, jelas pelanggaran konstitusi dan melanggar sumpah sebagai anggota DPR," kata Fahri.

Selama ini, menurut Fahri, tidak ada mekanisme bagi anggota DPR untuk menjalankan aspirasi konstituennya. Program UP2DP akan memberi ruang bagi anggota DPR untuk membela konstituen.

Menurut dia, konstituen juga bisa mendapatkan hak-hak yang dibutuhkan masyarakat di dapil masing-masing.

"Kalau kita bandingkan DPR pada era Orde Baru yang memang diatur untuk tidak berhubungan dengan konstituen dan hanya pulang lima tahun sekali ke dapilnya menjelang pemilu, DPR pada era reformasi ini diatur agar kembali ke dapilnya sesering mungkin demi menyerap aspirasi masyarakat," ujarnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement