REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Menjelang bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri 1436 Hijriah, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan diminta segera menertibkan penjualan makanan dan minuman yang kedaluarsa.
"Penjualan makanan yang sudah habis masa berlakunya itu jelas sangat berbahaya bagi konsumen," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sumatera Utara H Abubakar Siddik di Medan, Jumat (12/6).
Selain itu, menurut dia, pemajangan makanan dan minuman kedaluwarsa tersebut juga sangat bertentangan dengan ketentuan hukum sehingga pengusaha supermarket yang menjualnya dapat dikenakan sanksi.
"Semestinya barang berupa makanan dan minuman seperti itu jangan lagi dijual dan secepatnya ditarik dari peredaran, sehingga tidak sampai merugikan masyarakat," ujar Abubakar.
Ia menyebutkan, pemilik supermarket atau toko tersebut seharusnya mengetahui ketidakbolehan menjual barang kedaluarsa yang melanggar hukum tersebut.
Karena itu, pengelola supermarket yang menjual barang kedaluarsa tersebut dengan kesadaran yang tinggi diminta tidak lagi menjual makanan dan minuman yang tidak sehat.
"Jangan sampai konsumen mengalami hal-hal yang tidak diingini akibat mengonsumsi makanan yang tidak segar. Ini tidak baik," katanya.
Abubakar menjelaskan, biasanya beberapa hari lagi memasuki Lebaran, supermarket banyak yang menjual parsel kepada konsumen, dan diantara kemasan tersebut terdapat makanan dan minuman yang habis masa berlakunya.
"Juga ada makanan yang sudah rusak dan terbuka, hal ini jelas tidak baik bagi kesehatan, bisa saja menimbulkan penyakit," ujarnya.
Petugas Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) sebagai pengawas para pedagang dan supermarket harus bertanggung jawab mengenai makanan dan minuman yang kedaluarsa tersebut.
BBPOM diminta jangan sampai lengah atau bobol dengan beredarnya makanan dan minuman itu.
"Pusat perbelanjaan modern yang memasarkan kemasan rusak kepada masyarakat, dapat dikenakan dengan UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau membayar denda senilai Rp 2 miliar," katanya.