REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menilai, Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) tidak berwenang melakukan penyidikan dan penyelidikan terkait dugaan kasus pemerasan yang dilakukan Bupati Lombok Barat, Zaini Arony terhadap Putu Gede Djaja.
"Hal itu bukan menjadi wewenang KPK. Namun, penyidik dan penyelidik menjadi kewenangan instansi kepolisian sehingga tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya," ujar Akbar, di Denpasar, Selasa (2/6).
Dia menilai dasar-dasar yang disampaikan oleh penuntut dan penasehat hukum, terhadap terdakwa H Zaini Arony dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Senin (1/6) kemarin, dalam penyampaian nota keberatan itu menyatakan tidak mengakibatkan kerugian negara di atas Rp 1 miliar.
Sesuai Undang-Undang KPK Nomor 20 Tahun 2002 merupakan bukan domainnya kewenangan komisi tersebut dalam menyidik dan penyelidikan kasus Bupati Lombok Barat yang juga merupakan kader Partai berlambang pohon beringin itu.
Namun, pihaknya tetap mendorong kadernya untuk tetap mengikuti proses hukum. "Kita percaya hukum tersebut dapat menuntut kebenaran dan keadilan," ujarnya.
Dia mengatakan, Partai Golkar tidak akan memberi bantuan hukum kepada kadernya yang terbukti korupsi. Namun, secara pribadi pihaknya memiliki kedekatan terhadap Bupati Lombok Barat, H Zaini Arony yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar NTB itu.
"Secara pribadi saya memiliki hubugan dekat dengan bapak Zaini Arony dan sempat tidak menduga beliau menjadi tersangka," ujarnya.
Saat ditahan, kata Akbar, sempat mengunjugi kadernya tersebut saat berada di dalam Rumah Tahanan Militer (RTM) Guntur, di Menteng, Jakarta Pusat. "Kami sangat bersimpati, konsen, perduli karena beliau teman saya yang merupakan anggota partai golkar," ujarnya.
Sebelumnya Bupati Lombok Barat, H Zaini Arony (60) didakwa telah menyalahgunakan kekuasaannya terkait perizinan pengunaan pemanfaatan tanah (IPPT) tahun 2012 yang diduga melakukan pemerasan Rp 1,4 miliar terhadap korban, Putu Gede Djaja, yang merupakan investor asal Bali itu. Sehingga, harus disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Denpasar, Bali, Senin (1/6) lalu.