REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PPP Bidang OKK Isa Muchsin mengatakan, pembicaraan soal islah terbatas antara dua kubu PPP terus dilakukan. Selain itu, konsolidasi partai terus dilakukan agar mesin politik bisa berjalan. Bahkan, di tingkat bawah proses islah sudah berlangsung.
Dia mencontohkan DPW-DPW yang awalnya ikut Muktamar Jakarta sudah bersedia patuh di bawah kepemimpinan Romahurmuziy. "Misalnya DPW Bali, Jateng, Lampung mereka ikut Muktamar Jakarta. Tapi mereka sudah menggelar muswil yang dibuka langsung oleh Romahurmuziy. Ini artinya selesai," kata Isa Muchsin dalam keterangan persnya, Senin (1/6).
Dia menjelaskan, sebagai partai politik PPP tidak hanya mengurusi soal konflik, tapi juga proses konsolidasi. Sebab, jika hanya mengurusi konflik, tidak ada yang bekerja untuk konsolidasi. "Konflik ini hanya bagian kecil saja, kita lebih fokus pada konsolidasi," tambah mantan Sekjen PMII ini.
Saat ini, kata dia, dua kubu masih membicarakan opsi-opsi sebagai upaya merealisasikan islah terbatas agar partai berlambang Kabah dapat mengikuti Pilkada. Pembicaraan akan dilakukan lebih serius pascakeluarnya putusan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) soal Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Yaitu, pascapertengahan Juni 2015 mendatang.
“Setelah ada putusan banding kita sepakati opsi-opsinya, sekarang baru susun opsi-opsinya,” kata Isa Muchsin.
Hasil muktamar Jakarta tidak memiliki legalitas hukum karena tidak disahkan Menteri Hukum dan HAM. Menurutnya yang memiliki SK Menkumham adalah hasil Muktamar Surabaya dan Muktamar Bandung sudah pernah memiliki SK. Jadi, alternatif islah yang akan dibahas adalah antara hasil Muktamar Surabaya (ketum Romahurmuziy) dengan Muktamar Bandung (ketum Suryadarma Ali).
“Alternatifnya adalah menggabungkan kepengurusan hasil Muktamar PPP di Bandung yang DPP-nya dipimpin SDA dengan hasil muktamar Surabaya yang DPP-nya dipimpin oleh Romi. Tidak ada urusan dengan Djan Faridz,” katanya.
Ia melanjutkan, jadi islah yang akan digagas adalah untuk mengakomodir kepengurusan hasil Muktamar Surabaya dan Muktamar Bandung. “Yang berkasus di PTUN itu, SDA melawan Menkumham dan Romi sebagai intervensi. Tidak ada nama Djan Faridz di catatan administrasi negara. Apalagi Djan Faridz sendiri tidak memenuhi syarat menjadi ketum PPP sesuai dengan AD/ART PPP,” ujarnya.