Sabtu 30 May 2015 22:26 WIB

Hampir Setengah Pelajar Perokok Berstatus Ketagihan

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
  Masyarakat dari Indonesian Young Pharmacist Group dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melakukan kampanye bahaya rokok di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (1/6). (Republika/ Yasin Habibi)
Masyarakat dari Indonesian Young Pharmacist Group dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) melakukan kampanye bahaya rokok di Bundaran HI, Jakarta, Ahad (1/6). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan telah menyelesaikan analisa hasil penelitian Global Youth Tobacco Survey 2014. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014 Indonesia mendapatkan bahwa 18,3 persen pelajar kita sudah punya kebiasaan merokok. Secara rinci, 33,9 persen laki-laki dan 2,5 persen perempuan.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Adiatama menjelaskan, GYTS tahun 2014 dilakukan pada pelajar tingkat SLTP berusia 13 - 15 tahun.  Data perokok rata-rata masyarakat Indonesia (usia 15 tahun ke atas) tercatat sekitar 30 persen. 

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampur separuh (47,2 persen) pelajar perokok kita ternyata sudah dalam status adiksi, atau ketagihan. Hal itu ditunjukkan dengan keinginan merokok pada saat pertama bangun tidur. Angka tersebut tentu cukup memprihatinkan, karena mereka masih amat muda tapi sudah adiksi merokok.

 

Di sisi lain, hampir semua perokok pelajar yang diteliti GYTS 2014 (88,2 persen) sebenarnya ingin berhenti merokok, walaupun hanya seperempatnya (24 persen) yang pernah menerima bantuan program / profesional untuk berhenti merokok. Memang berhenti merokok dapat dilakukan sendiri dengan niat yang kuat, walaupun tentu akan baik sekali bila makin luas tersedia semacam klinik berhenti merokok atau pelayanan berhenti merokok di Puskesmas dan juga konseling di sekolah.

Hampir semua pelajar pada penelitian tersebut setuju pelarangan merokok didalam ruangan di tempat umum (89,4 persen), dan 80,9 persen juga setuju pelarangan merokok di luar ruang. Artinya, kesadaran untuk udara bersih sehat sebenarnya sudah cukup luas.

"Yang perlu di tingkatkan adalah peraturan Kawasan Bebas Asap Rokok, yang kini sudah ada aturan di lebih dari 100 kabupaten/kota. Hanya saja memang implementasinya perlu terus ditegakkan dengan ketat," imbuhnya.

Tjandra Yoga menambahkan, penelitian tersebut memiliki beberapa keunggulan.  Salah satu keunggulan yakni penelitian tersebut merupakan data terbaru kebiasaan merokok di Indonesia. Kedua, penelitian dilakukan pada kaum muda. Keunggulan selanjutnya, penelitian tersebut menjadi bagian dari penelitian Internasional yang juga dilakukan di 47 negara dengan metode yang  sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement