REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris mengatakan, TNI saat ini perlu memikirkan kajian apakah aturan yang membolehkan prajurit wanita TNI mengenakan jilbab benar-benar akan mempengaruhi soliditas di antara para prajurit, seperti alasan yang diungkapkan Kapuspen TNI.
Sebab, ujar dia, berdasarkan pengamatannya di Polri yang sudah membolehkan polwan berjilbab tidak terjadi penurunan soliditas di antara sesama anggota Polri maupun diantara polwan berjilbab dan tidak berjilbab. "Semua muslimah itu mengenakan jilbab adalah bentuk ibadah, dan UUD 1945 menjamin warga negara Indonesia untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya masing-masing," katanya, Kamis, (28/5).
TNI, ujar dia, bisa menggali informasi lebih dalam lagi mengenai penggunaan jilbab di kalangan militer dari beberapa negara dunia terutama di negara-negara di mana muslim bukan mayoritas. Di beberapa negara yang muslim minoritas seperti di Hungaria, Swedia, Inggris, Denmark, Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat, polisi dan tentara wanita muslimah diperbolehkan mengenakan jilbab saat bertugas.
"Saya harap TNI bisa menjadikan ini satu pertimbangan, apalagi sebagian besar Wanita TNI adalah muslimah. Saya rasa, masyarakat Indonesia pasti mendukung jika TNI mengikuti jejak Polri,” ujar Fahira.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS Sukamta mengatakan, sebagai tulang punggung negara dalam hal keamanan TNI harus menjadi lembaga yang paling utama dalam menjiwai dan mengejawantahkan nilai-nilai Pancasila. Menurutnya, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa jelas menegaskan bahwa nilai-nilai agama menjiwai sila-sila yang lain.
"Artinya, jangan sampai kita mengkhianati Pancasila itu sendiri dengan tidak memberi kebebasan kepada prajurit muslimah TNI untuk menjalankan perintah agamanya,” ujarnya.