REPUBLIKA.CO.ID, TUAL -- Osiung, salah seorang dari 45 ABK asal Myanmar yang masih dalam proses penyelidikan terkait kasus dugaan perdagangan manusia di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku, menangis minta segera dipulangkan ke negara asalnya.
Ia berlari mengejar bus yang mengangkut 66 ABK Myanmar lainnya dari PPN Tual menuju Bandara Karel Satsuitubun IBRA untuk dideportasi. Sambil berlari dan melambaikan tangannya ke arah bus itu, Osiung menangis dan berteriak-teriak minta ikut dipulangkan.
Sekalipun sudah diberi penjelasan oleh rekannya yang juga belum bisa dideportasi karena keterangan mereka masih dibutuhkan polisi, Osiung tetap menangis minta segera dipulangkan.
Sebanyak 45 ABK Myanmar pada tiga pekan lalu memang menjalani pemeriksaan di Polres Maluku Tenggara oleh tim penyidik dari Bareskrim Polri.
Namun hingga saat ini tidak ada penjelasan tentang apakah mereka masih dibutuhkan keterangannya dalam kasus dugaan perdagangan manusia di Benjina itu, sementara tim penyidik Bareskrim Polri sudah tidak berada di Maluku Tenggara.
Sejumlah penyidik di Polres Maluku Tenggara mengaku tidak tahu kelanjutan pemeriksaan tersebut karena tidak terlibat penyelidikannya.
Sementara itu, Kepala Imigrasi Kelas II Tual Rudiara R. Kosasih menyatakan pihaknya siap mendeportasi 45 ABK asal Myanmar tersebut, asalkan mereka sudah tidak dibutuhkan pihak kepolisian dalam penyelidikan kasus dugaan perdagangan manusia itu.
"Travel document mereka sudah lengkap, tinggal deportasi saja. Kami juga akan menyurati pihak kepolisian untuk mengetahui apakah mereka sudah bisa kami deportasi," katanya.
Osiung dan ratusan ABK asal Myanmar, Thailand, Kamboja dan Laos dievakuasi dari Benjina ke Tual sejak 4 April 2015 oleh tim Satgas PSDKP Tual dibantu TNI AL.
Evakuasi dilakukan karena para ABK asing itu mengaku tidak tahan diperlakukan sebagai budak oleh PT Pusaka Benjina Resources tempat mereka bekerja, dan meminta dipulangkan ke negara asalnya.