REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Anggaran untuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Surabaya masih belum ada kejelasan. Tidak hanya soal nominal, tetapi juga proses pencairan. Polemik anggaran Panwaslu Surabaya dilatarbelakangi belum adanya kesepakatan Panwaslu dan Pemkot Surabaya terkait jumlah anggaran.
Sebelumnya, pihak Pemkot Surabaya enggan mengabulkan usulan dana sebesar Rp 9,8 miliar yang diajukan Panwaslu. Pemkot Surabaya hanya menyanggupi tambahan dana sebesar Rp 2 miliar dari anggaran pilwakot sebelumnya yang berjumlah Rp 5 miliar.
Ketua Panwaslu Surabaya Wahyu Hariadi menyampaikan, keputusan Pemkot Surabaya bersifat sepihak karena tidak ada pendiskusian dengan Panwaslu sebelumnya.
“Kami tetap berpegang pada usulan kami, dan saat ini kami menunggu kejelasan dari Pemkot Surabaya,” ujar Wahyu kepada Republika, Rabu (28/5).
Wahyu menyampaikan, selain belum adanya kejelasan soal jumlah anggaran, hingga kini, dana Rp 5 miliar yang sudah dianggarkan dalam APBD juga belum bisa dicairkan. Alasannya, menurut Wahyu, Panwaslu belum mendapatkan bendahara yang dijanjikan Pemkot Surabaya.
Wahyu merinci, dari total anggaran yang diajukan, pos anggaran paling besar adalah untuk pengawas tempat pemungutan suara (TPS).
“Dari data KPU, TPS berjumlah 3937. Kami haru merekrut orang sebanyak itu. Honor untuk pengawas dan satu bulan bimbimbingan teknis, lebih dari Rp 2 miliar. Pos besar lainnya adalah untuk raker-raker,” ujar Wahyu.