REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Institut Ilmu Pertanian Bogor (IPB), Dr. Ir Dwi Andreas menilai perbedaan hasil laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Sucofindo yang berbeda tidak perlu diteliti kembali. Hal tersebut ia utarakan terkait dengan pengujian sampel temuan beras di Bekasi yang diduga sebagai beras plastik.
“Kedua hasil dari BPOM dan Sucofindo ya sama-sama benar,” kata Dwi kepada ROL, Kamis (28/5). Menurutnya, masing-masing hasil dari kedua lembaga tersebut mempunyai hasil yang memang ditemukan pada proses penelitian.
Lebih lanjut ia menjelaskan, hasil yang dipublikasikan oleh Sucofindo bukan menyatakan temuan beras tersebut merupakan beras plastik. Namun, masih menurut Dwi, Sucofindo hanya menerangkan sampel beras tersebut memiliki senyawa-senyawa yang mengandung zat kimia plastik.
Lalu, terkait dengan hasil pemeriksaan oleh BPOM, Dwi menyatakan hasil tersebut juga benar. Ia menilai seperti itu karena memang BPOM hanya memberikan kesimpulan bahwa temuan beras di Bekasi itu bukan beras plastik.
“Nah jadi kalau begini sama-sama betul, maksud saya, pemeriksaan yang diteliti oleh Secofindo itu bukan menyatakan beras tersebut merupakan beras plastik, tapi hanya beras yang terkontaminasi oleh senyawa plastik. Oleh karena itu, BPOM juga menyatakan jika beras tersebut memang bukan beras plastik,” jelas Dwi.
Ia juga menambahkan, beras yang terkontaminasi tersebut bisa saja mengandung senyawa-senyawa plastik karena beberapa kondisi. Menurut Dwi, beras yang kualitasnya buruk lalu digiling kembali dan ada proses pemutihan bisa mengandung bahan kimia.
“Belum lagi ya bisa saja, beras yang sudah lama di gudang bulog kan terkontaminasi bisa. Karung beras kan berbahan plastik, bisa saja senyawanya tercampur karena terlalu lama didiamkan di dalam gudang,” ungkap Dwi.