Kamis 28 May 2015 14:25 WIB

KPI Minta Jokowi Umumkan Temuan TPF Pembunuhan Munir

Komisioner Komisi Informasi Pusat Dyah Aryani (kiri).
Foto: KIP
Komisioner Komisi Informasi Pusat Dyah Aryani (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Dyah Aryani meminta Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan kepada publik terkait dengan hasil temuan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivitas HAM Munir Said Thalib.

"Temuan TPF kasus Munir itu harus segera diumumkan kepada masyarakat, publik sangat menantikan itu," kata Dyah dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (28/5).

Menurut dia, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda bahkan merahasiakan informasi yang sangat dibutuhkan banyak pihak untuk memastikan dalang pembunuhan Munir.

Apalagi, Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus meninggalnya Munir poin kesembilan telah secara tegas mengatakan bahwa pemerintah harus mengumumkan hasil penyelidikan TPF kepada publik.

Dyah menjelaskan, hasil penyelidikan TPF wajib disediakan dan diberikan jika ada pemohon yang meminta informasi tersebut sebagaimana telah dijamin oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) khususnya pada Pasal 11.

Dyah mengingatkan, janji-janji Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang selalu menjadi materi kampanyenya dulu benar-benar diwujudkan melalui tindakan-tindakan nyata.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah meminta Menko Polhukam, Jaksa Agung, Kapolri, Menkum dan HAM bersama Komnas HAM mencari alternatif penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu dengan dua cara jalur yudisial atau pengadilan HAM dan jalur nonyudisial dengan rekonsiliasi.

"Jalur nonyudisial dilakukan untuk mengungkap kebenaran atas peristiwa pelanggaran HAM pada masa lalu, mendorong rekonsiliasi dan pemulihan korban," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan kerabat korban pelanggaran HAM besar mengkritik Komisi Nasional HAM yang mendukung serta mempromosikan pembentukan komisi rekonsiliasi yang dinilai LSM tidak akuntabel.

Siaran pers pernyataan sikap bersama yang diterima di Jakarta, Rabu (27/5), Komnas HAM dinilai memiliki mandat untuk penyelidikan, bukan aktif mendukung dan promosi komisi rekonsiliasi yang tidak akuntabel.

Pernyataan tersebut disampaikan, antara lain oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Paguyuban Mei 1998, Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP 65), Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru (LPR-KROB), dan Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (1989).

Selanjutnya, Ikatan Korban dan Keluarga Korban Tanjung Priok 1984 (IKKAPRI), Keluarga Korban Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Keluarga Korban Semanggi II, (Bapak Widodo) dan Korban Peristiwa 1965/1966.

Korban dan keluarga korban pelanggaran HAM yang berat mengecam tindakan dan sikap Komnas HAM periode 2012--2017 yang terlibat aktif dalam inisiatif dan partisipatif pembentukan komisi rekonsiliasi yang digagas oleh pemerintah baru baru ini.

Mereka memandang, komisi rekonsiliasi itu tidak lebih dari upaya untuk melanggengkan impunitas karena komisi rekonsiliasi tidak jelas dasar hukumnya, tidak jelas kedudukannya dalam ruang hukum di Indonesia, dan tidak jelas target dan capaiannya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement