Rabu 27 May 2015 19:19 WIB

Sigma: Jika KPU Atur Menteri, Sama Saja Atur Presiden

Rep: C93/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat tiba di ruang pimpinan MPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat tiba di ruang pimpinan MPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (12/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Sinergi Masyarakat Untuk Indonesia (Sigma) Said Salahudin menilai Pasal 36 ayat (3) Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pencalonan Pilkada menimbulkan dua permasalahan. Dalam pasal tersebut dijelaskan keharusan menteri (Menkumham) untuk menerbitkan keputusan tentang penetapan kepengurusan partai politik hasil kesepakatan perdamaian.

 

“Permasalahan pertama, keliru jika KPU mengatur lembaga dari cabang kekuasaan yang lain di dalam peraturannya sebab itu diluar yurisdiksi mereka. Dengan mengatur menteri, itu sama saja KPU sedang mengatur Presiden, sebab menteri itu pelaksana kekuasaan Presiden,” kata dia pada rilis yang diterima Republika, Rabu (27/5).

 

Said melanjutkan, permasalahan kedua adalah pengaturan KPU agar menteri menerbitkan keputusan tentang penetapan kepengurusan partai politik hasil kesepakatan perdamaian menimbulkan ketidakpastian hukum. Sebab, kalau Menkumham menerbitkan keputusan seperti yang diminta oleh KPU, maka nantinya akan ada dua keputusan menteri.

 

“Contohnya konflik Partai Golkar dan PPP yang sedang ramai dibicarakan, keputusan awal Menkumham mengesahkan kepengurusan Agung Laksono di Partai Golkar dan kepengurusan Romahurmuziy di PPP. Keputusan lainnya Menkumham mengesahkan kepengurusan Partai Golkar dan PPP hasil kesepakatan perdamaian,” tambah dia.

 

Menurut Said, dua Keputusan Menteri itu justru menciptakan ketidakpastian hukum. Bagaimana mungkin ada dua keputusan dari pejabat yang sama untuk persoalan yang sama, tetapi isinya berbeda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement