Rabu 27 May 2015 16:55 WIB
Revisi UU Pilkada

PAN Pesimistis Revisi UU Pilkada Masa Sidang IV

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
 Sekretaris fraksi PAN, Yandri Susanto (kanan), Direktur Center for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi (kedua kanan), Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPD Gede Pasek Suardika (kedua kiri) menjadi pembicara dalam dialektika demokrasi di Kompleks Parleme
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Sekretaris fraksi PAN, Yandri Susanto (kanan), Direktur Center for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi (kedua kanan), Ketua Panitia Perancang Undang-Undang DPD Gede Pasek Suardika (kedua kiri) menjadi pembicara dalam dialektika demokrasi di Kompleks Parleme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Amanat Nasional (PAN) pesimistis revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dapat dilakukan di masa sidang IV. Sebab, di internal fraksi-fraksi di DPR sendiri belum kompak terhadap usulan pengajuan revisi UU Pilkada ini.

Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan saat ini ada 5 fraksi yang diprediksi mendorong revisi UU Pilkada ini terealisasi, yaitu Golkar, Gerindra, PKS, PPP, dan PAN. Sedangkan 5 fraksi lainnya akan menolak pengajuan revisi UU Pilkada ini, yaitu PDIP, PKB, Nasdem, Hanura dan Demokrat.

"Saya pesimistis kalau itu (revisi) dapat disetujui, revisi UU Pilkada di masa sidang ini mustahil terjadi," katanya di kompleks parlemen, Rabu (28/5).

Menurutnya, dari sisi kesepakatan, belum ada titik temu antar fraksi di DPR RI. Selain itu, pemerintah juga menolak usulan revisi UU Pilkada ini. Revisi UU Pilkada diusulkan oleh anggota komisi II DPR RI.

Sebanyak 26 anggota sudah menandatangani usulan revisi UU Pilkada ini. Dari 26 anggota DPR yang menandatangani usulan revisi UU ini, salah satunya adalah dari fraksi PAN, yaitu Amran. Namun, Yandri menegaskan sampai saat ini belum ada sikap resmi dari fraksi PAN terhadap usulan revisi UU Pilkada ini.

Meskipun, partai berlambang matahari terbit ini menegaskan PAN setuju terhadap semangat untuk merevisi UU Pilkada. Menurut PAN, ada beberapa hal yang menjadi kekurangan dari UU Pilkada ini.

Salah satunya adalah belum adanya pasal yang mengatur jika terjadi sengketa pada partai politik, dan belum ada putusan inkrah dari pengadilan, jalan apa yang akan digunakan. "Semangat revisi kita setuju, karena belum ada pasal yang menjelaskan atau payung hukum kalau ada parpol bersengketa tapi putusan pengadilan belum inkrah," ujarnya.

Ketua DPP PAN ini menambahkan, payung hukum atas sengketa parpol harus ada, karena perpecahan dapat mengancam parpol manapun. Saat ini memang yang tengah bersengketa adalah Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

"Kalau suatu saat nanti terjadi hal serupa yang dialami Golkar dan PPP, UU tetap tidak memiliki payung hukum untuk dapat mengikuti Pilkada," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement