Rabu 27 May 2015 15:55 WIB

Ini Usulan KY Terkait Penyelidik dan Penyidik KPK

Komisi Yudisial
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Komisi Yudisial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh mengusulkan perbaikan legislasi terkait status penyelidik dan penyidik KPK agar tidak menimbulkan multitafsir pada masa mendatang.

"Kalau yang ini memang sudah terlanjur, sekarang perlu lebih siap menata penyelidik dan penyidik. Tapi memang perlu campur tangan legislasi, pemerintah dan DPR untuk melakukan harmonisasi peraturan perundangan-undangan, agar menjadi acuan yang jelas dan tidak multitafsir," kata Imam, Rabu (27/5).

Hal itu disampaikan terkait putusan hakim tunggal Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (26/5) yang memenangkan gugatan praperadilan Hadi Poernomo dan menyatakan tidak sah surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.

Dikabulkannya permohonan praperadilan Hadi didasarkan pada pertimbangan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum karena dilakukan oleh penyelidik dan penyidik independen yang pengangkatannya tidak sah.

Hakim dalam amar putusannya menjelaskan bahwa penyelidik dan penyidik KPK sesuai dengan Pasal 45 dan Pasal 46 UU KPK haruslah berstatus sebagai penyelidik atau penyidik di instansi sebelumnya baik itu Polri atau Kejaksaan.

Iman mengakui KPK menggunakan UU yang lex specialis dalam mengangkat penyelidik dan penyidik.

"Kalau penyidik tidak sah, artinya banyak putusan pengadilan yang sudah inkracht itu apa juga tidak sah? Karena juga menggunakan penyidik yang diatur KUHAP. Selain itu UU Tipikor itu UU khusus yang digunakan acuan KPK. Ada kaidah 'lex spesialis derogat legi generali', hukum yang khusus dimenangkan dari hukum umum," jelas Imam.

Namun Imam juga mengusulkan agar Mahkamah Agung membuat panduan mengenai praperadilan.

"Sebaiknya MA membuat panduan, jangan sampai putusan praperadilan berbeda-beda, apalagi saling bertentangan shingga membingungkan masyarakat dan tidak ada kepastian hukum," tambah Imam.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement