REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI Johnny G Plate menegaskan Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Dirjen BC Kemenkeu) terpilih harus terbebaskan dari kasus hukum.
"Kalau ada masalah hukum harus diselesaikan," katanya di Jakarta, Senin (25/5).
Johnny melanjutkan pejabat Dirjen BC harus memiliki rekam jejak yang baik untuk memastikan kinerja di jajarannya berjalan lancar. Ia juga menekankan tim seleksi harus mempertimbangkan rekam jejak para calon Dirjen BC terkait masalah hukum.
"Saya yakin Menteri Keuangan atau tim penilainya itu mengerti secara jelas tentang permasalahan ini (hukum)," ujar politisi Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu.
Johnny mengatakan saat ini pemerintah membutuhkan seorang Dirjen BC setingkat pejabat eselon I yang definitif untuk membenahi Bea Cukai. Di sisi lain, DPR RI tidak dapat mengintervensi pemilihan Dirjen BC karena itu sepenuhnya kewenangan pemerintah.
Sementara, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz menekankan intinya yang menduduki Dirjen BC harus memiliki rekam jejak bagus tanpa ada tersangkut persoalan hukum.
"(Calon Dirjen Bea Cukai) baik dari anggota Polri, TNI, internal Kemenkeu maupun kementerian lain atau orang internal Bea Cukai pun harus bersih dari persoalan hukum. Pihak panitia seleksi juga harus menelusuri rekam jejak calon pejabat pemerintah," jelasnya.
Hal senada juga disampaikanPresiden Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Jusuf Rizal. Ia menyampaikan tim seleksi harus mengedepankan independensi, kapabilitas dan integritas kandidat.
Berdasarkan pernyataan Ketua Panitia Seleksi jabatan Dirjen BC sekaligus Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, terdaftar nama Bahaduri Wijayanta Bekti Mukarta sebagai salah satu calon Dirjen BC.
Jusuf menilai Wijayanta yang sebelumnya menjabat Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai DJBC masih tersangkut kendala proses hukum.
Jusuf melaporkan Wijayanta dengan Laporan Polisi Nomor: LP/1392/IV/2013/PMJ/Ditreskrimum, Wijayanto dituduh melanggar Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian seseorang.
Wijayanta juga dituding melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang kepabeanan Pasal 16 ayat 2 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 51/PMK.04/2008 Pasal 2 dan 3.
Namun penyidik Polda Metro Jaya telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait kasus Wijayanta yang telah ditetapkan tersangka tersebut.