REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasib Rohingya kini seakan berada di tangan Indonesia. Beberapa Pondok Pesantren (Ponpes) Indonesia mendedikasikan diri siap membantu dan menampung warga Rohingya.
Hal itu seperti disampaikan Ponpes Al-Mizan Majalengka di bawah asuhan KH Maman Imanul Haq dan Ponpes Cipasung Tasikmalaya pimpinan KH Acep Adang Ruhiyat.
Menanggapi kesiapan beberapa pesantren Indonesia, Hidayat Nur Wahid mengapresiasi inisiatif pihak pesantren ini, dan menurutnya segera pesantren-pesantren lain juga turut membantu.
“Saya mengapresiasi Indonesia yang akhirnya menerima pengungsi Rohingya,” kata Hidayat Nur Wahid, kepada Republika, Senin (25/5).
Sebelum warga Rohingya benar-benar tinggal di Pondok Pesantren Indonesia, Hidayat menyarankan, Pemerintah Indonesia segera membuat payung hukum yang kuat terlebih dahulu, untuk menghindari bahaya-bahaya yang mungkin hadir seiring berjalannya waktu.
“Payung hukum di negara ini harus kuat dulu,” ujar Hidayat yang pernah menimba ilmu di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi.
Menurut dia, hal pertama yang harus ditegaskan pemerintah adalah posisi warga Rohingnya. Keberadaan warga Rohingya di Indonesia sudah diterima atau masih ilegal dalam konteks kebijakan politik Indonesia.
Kemudian barulah untuk berkoordinasi baik pesantren dan pemerintah tentang keberadaan warga Rohingya tersebut.
Menurut Hidayat, sebenarnya santri-santri pesantren sudah biasa bersinggungan ataupun berbaur dengan individu-individu yang berbeda suku, wilayah, bahkan bahasa. Untuk itu, semoga saja kehadiran warga Rohingya tidak membuat Indonesia goyah dalam menegakkan permasalahan kemanusiaan.
“Pesantren sudah biasa menerima beragam suku daerah bahkan negara, misalnya dari Malaysia, tapi tinggal dikuatkan saja payung hukumnya,” ujar Hidayat yang juga pernah merasakan hidup di Pesantren Ngabar dan Pondok Modern Daarussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur.
Indonesia harus kuat membantu warga Rohingya yang tidak lebih dari 20 ribu orang itu. Pasalnya dulu saja Indonesia mampu membantu warga Vietnam yang saat itu jumlahnya 250 ribu jiwa, tentu saja dibandingkan warga Rohingya ini tidak lebih banyak dari warga VIetnam. "Mestinya Indonesia bisa,'' kata Hidayat menjelaskan.