REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, menilai kendali panitia seleksi (pansel) komisioner KPK yang tidak lagi di bawah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bertujuan menghindari beban politis lembaga tersebut. Meski demikian, menurutnya kendali pansel tetap sah di bawah kendali lembaga negara mana pun.
"Ada kesan bahwa kendali pansel yang berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara (Setneg) saat ini untuk menghindari beban politik Kemenkumham. Beban ini terkait persoalan sengketa parpol yang berdampak kepada wibawa lembaga itu. Bisa jadi, Kemenkumham dihindarkan dari sasaran tembak," ujar Arsul saat dihubungi ROL, Ahad (24/5).
Menurut Arsul, pemilihan komisioner KPU mengandung beban ekspektasi sangat tinggi dari publik. Karenanya, sedikit kesalahan bisa berakibat fatal bagi lembaga yang membawahi.
"Selama proses seleksi, lembaga terkait akan terus diawasi publik. Peluang untuk dikritisi terbuka lebar. Bisa dipahami jika Kemenkumham tidak dilibatkan dulu dalam proses ini," imbuh Arsul.
Dia melanjutkan, secara aturan memang tidak salah jika kendali pansel KPK berada di kementerian manapun. Sepanjang masih berada di koridor pemerintahan, kendali tetap dianggap sah.
Dalam konteks pansel KPK saat ini, tutur Arsul, kendali berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara dan berkoordinasi langsung dengan presiden. Dengan demikian, presiden secara tidak langsung dapat memantau proses kerja pansel.
"Kondisi seperti ini pun tidak salah. Justru bisa dilihat komitmen presiden untuk mendapatkan komisioner yang sesuai dengan visi misi pemberantasan korupsi yang dicita-citakan presiden," ujarnya.
Pada awal Mei lalu, Menkumham Yasonna Laoly memastikan pansel KPK tidak ditangani Kemenkumham. Pansel dipastikan berada di bawah koordinasi Setneg.
Sebelumnya, publik mengehendaki agar pansel KPK tidak berada di bawah kendali Menkumham. Sebab, dikhawatirkan ada kepentingan politis jika pansel berada di bawah lembaga tersebut. Hal ini terkait posisi Menteri Yasonna yang seorang politikus PDIP.