REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Bisnis laundry menjadi salah satu peluang usaha di Kota Malang. Usaha itu namun tak bisa sembarangan berdiri di Malang. Pemkot Malang pasalnya mengajukan revisi peraturan daerah (Perda) terkait air, dimana ada satu penambahan aturan lagi, yaitu terkait bisnis laundry.
"Peraturan ini penyesuaian. Nanti, 70 persen isinya hampir sama dengan UU 32 tahun 2009, tapi nanti ada kebijakan yang sifatnya lokal," jawab Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Malang, Nuzul Nur Cahyo, Ahad, (24/5).
Nuzul menjelaskan, pembahasan perda terkait air itu untuk menyesuaikan pemberlakuan Undang-undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ia menjelaskan Perda sebelumnya, adalah Perda nomor 14 tahun 2001 tentang Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), Perda nomor 15 tahun 2001 tentang Analisis Dampak Lingkungan Hidup, nomor 16 tahun 2001 tentang pengendalian pencemaran air dan nomor 17 tahun 2001 tentang konservasi air adalah aturan lama.
Kebijakan yang sifatnya lokal ini seperti pengawasan pabrik yang membuang limbah, penjagaan dan lain-lain. Revisi aturan ini sudah mendapat tanggapan positif dari dewan. Pansus Perda terkait air juga sudah dua kali membahasnya. Mereka juga sudah berkunjung ke Yogyakarta untuk melakukan studi banding.
Kunjungan ke Yogyakarta ini menghasilkan catatan tambahan dalam agenda pembahasan mereka. Salah satunya adalah terkait keberadaan pengusaha laundry di kota yang harus di atur dalam perda.
Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Bambang Sumarto, yang juga ketua pansus terkait air ini, menjelaskan pengusaha laundry harus wajib mengolah limbah laundry. “Mereka harus mengolah limbahnya agar tak berbahaya bagi masyarakat atau lingkungan,” tambah Bambang.
Aturan mengolah limbah cair ini, juga berlaku sama dengan pabrik-pabrik, atau rumah sakit. Mereka juga wajib mengolah limbahnya. “Kami melihat aturan untuk mengolah limbah laundry penting dimasukan dalam perda terkait limbah, sebab limbah laundry juga berbahaya bagi lingkungan,” kata Bambang.