REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung menilai rekonsiliasi merupakan salah satu opsi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat mengingat kasusnya sudah berlangsung lama.
"Karena itu, seperti kasus 1965, saksi sulit dicari, buktinya juga seperti itu, maka kami tawarkan untuk diselesaikan pendekatan nonyudisial, penyelesaian di luar jalur proses hukum, melalui pendekatan rekonsiliasi," kata Jaksa Agung HM Prasetyo, Jumat (22/5).
Dikatakan, rekonsiliasi itu nantinya akan ditawarkan kepada Presiden Joko Widodo, namun tentunya ada tahapan atau poin rekonsiliasi.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyatakan penyelesaian tujuh kasus pelanggaran HAM berat yang belum terselesaikan di antaranya peristiwa Talangsari, Lampung, tidak tertutup kemungkinan melalui proses rekonsiliasi.
"Secara nonyudisial melalui renkonsiliasi. Kita ingin ke luar dari belenggu penyelidikan dan penyidikan yang ujung-ujungnya saling menyalahkan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony Tribagus Spontana di Jakarta, Rabu.
Keenam kasus pelanggaran HAM berat lainnya, yakni, peristiwa Trisaksi, Semanggi 1 dan 2, Wasior, Papua, kasus tahun 1965, dan penembakan misterius (petrus).
Dikatakan, kendala penanganan ketujuh kasus itu, kejadiaannya sudah berlangsung lama hampir 50 tahun, hingga sulit mencari bukti-bukti dan saksi termasuk tersangkanya.
Karena itu, kata dia, Kejagung sudah mengambil langkah mengundang Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk mencari solusi agar mekanisme penyelesaiannya bisa diterima semua pihak.
"Langkah lainnya memilah-milah kasus yang nonyuridis," katanya.
Pihaknya mengklaim sudah melakukan pembahasan awal yang selanjutnya untuk membahas penyelesaian teknis.
"Nanti bersama Komnas HAM akan ada sekretariat bersama untuk menyelesaikan kasus tersebut," katanya.
Peristiwa Talangsari Berdarah terjadi pada 7 Februari 1989. Pada saat itu, terjadi penyerbuan yang melibatkan aparat dan warga Talangsari.
Dimana sasarannya adalah Kelompok Warsidi. Dalam penyerbuan ini ada 27 orang yang tewas dari Kelompok Warsidi, termasuk warsidi sendiri. Hingga kini penyelesaian kasus ini masih belum tuntas.