REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi berlinang air mata. Dia mengenang sosok 'guru politiknya' alrmarhum Eki Syachruddin, aktivis eksponen 66.
Sulit bagi Yuddy Chrisnandi untuk tidak berterima kasih kepada seorang Eki Syachruddin. Berkat jasa Eki, Yuddy kini sukses di dunia politik menjadi menteri dan di bidang akademik sebagai guru besar. "Sosok Eki Syachruddin membekas di diri saya dan memberikan inspirasi sepanjang hidup saya," beber Yuddy Chrisnandi.
Yuddy bercerita, Eki Syachruddin tokoh eksponen 66, terkenal tidak pernah kompromi dengan segala orde pemerintahan. Sepak terjang Eki di dunia aktivis dan politik membuat Yuddy kecil bersemangat menjadi aktivis di masa-masa awal kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran, Bandung, medio 1986-1991. "Pak Eki lah yang membentuk watak politik saya sejak mahasiswa," terang Yuddy.
Pria kelahiran Bandung, 29 Mei 1968 itu mengisahkan, pada satu kesempatan Eki memberikan ceramah dalam sebuah diskusi mahasiswa, mengenai bagaimana perjalanan aktivis dalam era Sukarno dan era Soeharto.
Melalui ceramah Eki itu, Yuddy berkesimpulan seorang Eki Syachruddin memang memiliki andil besar dalam perubahan kekuasaan. Hal itu membuat Yuddy kian terkagum-kagum. Pada akhirnya dalam kesempatan lain Yuddy pun berencana mengundang Eki untuk menjadi pembicara dalam sebuah acara kemahasiswaan di kampusnya.
"Waktu itu belum ada handphone. Jadi saya berangkat dari Bandung ke Jakarta untuk menyampaikan undangan itu," jelas Yuddy.
Yuddy mengaku tiba di kediaman Eki kala itu hampir larut malam. Pintu rumah Eki sudah tertutup. "Tidak mungkin saya tinggalkan surat undangan di pagar, tidak etis. Untungnya setelah menunggu, keluar istri Pak Eki, lalu saya bilang saya mahasiswa dari Bandung, mau sampaikan undangan," kisah Yuddy.
Istri Eki mengatakan bahwa yang bersangkutan sudah tidur. Sehingga Yuddy hanya bisa menitipkan surat undangan tersebut. Ketika Yuddy ingin pulang, tiba-tiba keluar Eki memanggil-manggil namanya.
"Saya melangkahkan kaki menjauh dari rumahnya, tiba-tiba dia panggil saya, 'Yuddy Yuddy'. Jadi Anda bayangkan tokoh yang begitu berkharisma penuh kesederhanaan mau menemui mahasiswa seperti saya waktu itu," ujar Yuddy dengan berlinang air mata.
Semenjak itu Yuddy semakin sering bertukar pikiran dengan Eki mengenai dunia aktivis dan politik nasional. Hingga akhirnya Yuddy lulus dari Universitas Padjajaran, Bandung, tahun 1991, dan bekerja di sebuah bank nasional untuk membantu kehidupan keluarga.
Karier Yuddy di dunia perbankan terhitung hanya sekitar tiga tahun. Yuddy yang senang dengan dunia aktivis dan politik, jenuh harus melalui rutinitas pekerja kantor.