Jumat 22 May 2015 21:33 WIB

Wacana Revisi UU Pilkada akan Timbulkan Ketidakpastian Hukum

 Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Menteng menyiapkan kotak-kotak suara Pilkada DKI Jakarta 2012-2017 di Kantor Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/6). (Aditya Pradana Putra/Republika)
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Menteng menyiapkan kotak-kotak suara Pilkada DKI Jakarta 2012-2017 di Kantor Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/6). (Aditya Pradana Putra/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Usulan beberapa anggota DPR RI untuk merevisi Pasal 42 Undang-Undang Pilkada dinilai akan menciptakan masalah ketidakpastian hukum di masa mendatang.

“Wacana itu akan menjadi preseden buruk dan memalukan dalam sejarah DPR RI dan nama-nama mereka yang gigih mengusulkan revisi itu semoga akan dicatat dalam ingatan rakyat,” kata anggota Komisi II DPR RI Adian Napitupulu dalam rilisnya, Jumat (22/5).

UU tersebut, kata politisi PDIP ini, seharusnya menciptakan kepastian hukum bukan malah sebaliknya menciptakan ketidakpastian hukum.

Ia merunut bahwa jika Pasal 42 UU Pilkada direvisi dengan menambahkan 1 pasal, yaitu ".... adalah kepengurusan partai politik yg ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah ada sebelum pendaftaran pasangan calon," menunjukkan bahwa pasal tersebut akan menimbulkan dikotomi kekuasaan.

Misalnya, kubu A dari partai X yang memenuhi kriteria pasal tersebut mencalonkan 50 bupati di pilkada serentak 9 Desember nanti, dan mereka menang.

Tapi, kemudian muncul  putusan hukum memutuskan kubu B yang ternyata berhak atas kemenangan itu, maka bisa dipastikan 50 kepala daerah itu akan menuai masalah legalitas selama lima tahun jabatan.

“Sebagai anggota DPR, saya tentu akan ikut malu ketika UU diubah bukan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kesejahteraan rakyat dan keadilan, tapi untuk ambisi segelintir politisi,” tegas Adian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement