REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Beredarnya beras sintetis berbahan pelastik di kota-kota besar membuat para petani di daerah resah. Masuknya beras sintetis ilegal tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan dalam bidang pangan.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kota Tasikmalaya, Uyun mengatakan, para petani di daerah sangat resa dan merasa teramat dirugikan. Ia berharap Kementrian Pertanian (Kementan) segera merespon permasalahan beredarnya beras sintetis. Sebab, tidak menuntut kemungkinan ada campur tangan mafia di Ibu Kota.
"Tolong lah direspon oleh Kementan dan instansi terkait sesuai dengan harapan petani," kata Uyun kepada Republika, Kamis (21/5).
Uyun menegaskan, pemerintah pusat dan daerah jangan menunggu permasalahan muncul. Pengawasan harus lebih ditingkatkan lagi. Sebab, gaji para pejabat adalah hasil jerih payah rakyat yang memutar roda perekonomian. Jadi sudah sepantasnya pejabat pemerintahan bekerja dengan baik.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Ciamis, Pipin Apilin menambahkan, meski di wilayah Ciamis tidak ada beras palsu. Tapi saat petani dan masyarakat mendengar berita soal beras palsu, mereka tetap resah.
Menurut Pipin, masuknya beras palsu ke dalam negeri merupakan tugas pemerintah pusat untuk mengantisipasinya. Pada intinya, ketahanan pangan itu belum tercapai hingga saat ini. Sebab, harga beras saja masih ada yang di atas Rp 10 ribu. "Jika program swasembada pangan benar-benar dijalankan, saya rasa tidak akan terjadi seperti ini," katanya.
Uyun menerangkan, para petani di daerah harus bekerja keras untuk mendukung ketahanan pangan Negara Indonesia. Namun, pengawasan dan pengamanan pangan dinilai masih lemah. Padahal, menciptakan ketahanan pangan sudah menjadi program utama pemerintahan pusat.
Selain itu, petani juga meminta Pemda melakukan sidak disejumlah pasar. Karena beras adalah bahan makanan pokok di Indonesia. Pedagang juga harus menjaga barang dagangannya agar tetap aman dikonsumsi masyarakat. "Jangan hanya untuk mendapat keuntungan, keselamatan jiwa masyarakat jadi terancam."